Tugusatu.com- Kota Batu semakin serius menapaki jalan menuju pengakuan UNESCO sebagai Kota Gastronomi Dunia. Komitmen itu ditegaskan dalam ajang Indonesia Creative Festival (ICCF) 2025 yang digelar oleh Indonesia Creative Cities Network (ICCN) di Malang Raya.
Ajang berskala nasional ini menjadi ruang kolaborasi bagi ratusan pelaku ekonomi kreatif dari berbagai daerah di Indonesia.
Ketua Umum ICCN, Tubagus Fiki Chikara Satari, menjelaskan bahwa ICCF merupakan bagian dari roadmap tiga tahunan ICCN yang berfokus pada pemberdayaan komunitas kreatif di daerah.
Sejak 2022, ICCN mengusung tema Community Power yang menitikberatkan pada kemandirian komunitas sebagai motor penggerak kolaborasi lintas sektor.
“Pada 2024 kami mengangkat tema Kotaborasi atau kolaborasi lintas kota, dan tahun ini fokus pada keberlanjutan dengan semangat membangun bangsa yang lestari. Tema Nusantaraya: Senyawa Malang Raya menjadi perwujudan nyata dari kolaborasi antarwilayah yang ingin kami dorong,” ujarnya.
ICCF 2025 berlangsung pada 6-9 November di tiga wilayah, yakni Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Malang, dengan total 12 agenda utama.
Kota Batu menjadi tuan rumah pembuka yang menampilkan berbagai potensi kreatif berbasis masyarakat. Sedikitnya 260 jejaring komunitas kreatif dan pemimpin industri hadir untuk memperkuat kolaborasi lintas daerah.
Menurut Fiki, pelaksanaan ICCF di Malang Raya, khususnya Kota Batu, menjadi contoh konkret bagaimana kolaborasi lintas sektor dapat menciptakan ekosistem kreatif yang berkelanjutan.
“Bagi kami, setiap hari adalah hari untuk berkolaborasi dan bersinergi demi karya bersama,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Fiki menilai Kota Batu memiliki peluang besar untuk diakui UNESCO sebagai Kota Gastronomi Dunia, karena kekayaan potensi alam dan kuliner tradisionalnya yang kuat serta dukungan komunitas yang solid.
“Sebenarnya Batu tidak perlu menunggu pengakuan dari siapa pun untuk menjadi kota gastronomi. Potensinya sudah nyata. Pelaku kreatif dan masyarakatnya telah membangun ekosistem kuliner dan pertanian yang saling menguatkan,” ungkapnya.
Fiki menjelaskan bahwa UNESCO melalui Creative Cities Network memiliki tujuh subkategori, termasuk gastronomi. Namun, setiap negara hanya dapat mengajukan dua kota dalam dua tahun. Tahun 2025, Indonesia telah menetapkan Kota Malang sebagai City of Media Arts dan Ponorogo sebagai City of Craft and Folk Arts.
“Kesempatan berikutnya baru terbuka pada 2027, dan Batu harus berkompetisi di level nasional terlebih dahulu melalui seleksi Kementerian Ekonomi Kreatif dan Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO,” jelasnya.
Ia menambahkan, Batu perlu menyiapkan proposal dossier yang kuat berisi bukti, konteks, dan narasi yang menggambarkan bagaimana gastronomi menjadi solusi bagi kesejahteraan masyarakat.
“Yang penting bukan hanya bukti potensi, tetapi bagaimana gastronomi dapat menjadi solusi atas persoalan sosial, ekonomi, dan budaya di Batu,” tegasnya.
Fiki juga menyoroti potensi ekonomi kreatif berbasis rakyat di Kota Batu, seperti wisata petik apel yang dikelola koperasi serta kampung tempe yang sedang diajukan menjadi warisan tak benda dunia oleh Kementerian Kebudayaan.
“Semua potensi ini perlu dijahit dalam satu narasi besar menuju Batu sebagai Kota Gastronomi Dunia. Namun yang paling penting, semua pihak harus bergerak bersama, optimis, dan menjadikan kolaborasi ini sebagai energi kesejahteraan,” pungkasnya.






