Aris Krisdian., S.Pd.I., M.Pd., Gr, Guru SMPN 2 Sumberpucung, Kabupaten Malang
Tanpa murid, tidak akan ada yang disebut guru. Kalimat sederhana ini mengingatkan bahwa proses pendidikan sejatinya adalah perjumpaan dua jiwa yang sama-sama sedang tumbuh.
Guru bukanlah makhluk serba tahu yang berdiri di menara tinggi. Guru adalah pembelajar sepanjang hayat. Sementara murid bukan sekadar penerima ilmu, tetapi sesungguhnya, ia penggerak yang membuat guru terus belajar, berbenah, dan memperbaiki diri.
Dalam filosofi Jawa ada pepatah ‘Guru digugu lan ditiru‘ yang berarti guru dipercaya menjadi teladan hidup. Namun, dalam praktiknya, guru hanya dapat menjadi panutan bila ia sendiri mau terbuka pada perubahan, reflektif, dan rendah hati.
Di sisi lain, falsafah Jawa juga mengajarkan prinsip ‘Sangkan paraning dumadi‘. Bermakna setiap manusia perlu memahami dari mana ia berasal dan ke mana ia menuju. Prinsipnya, guru dan murid sama-sama menjalani laku ini: mencari makna, menemukan jalan, dan saling menerangi.
Ada pula pitutur ‘Ngelmu iku kalakone kanthi laku‘ yang bermakna ilmu itu tercapai melalui proses dan perjalanan. Di ruang kelas, perjalanan itu tidak hanya dilakukan oleh murid yang belajar memahami pelajaran, akan tetapi juga oleh guru yang belajar memahami karakter, emosi, dan kebutuhan generasi hari ini. Dengan demikian, guru sesungguhnya menjalani laku spiritual dan intelektual yang sama beratnya dengan murid.
Sejalan dengan nilai-nilai adiluhung tersebut, teori pendidikan modern turut menegaskan peran guru sebagai pembelajar. Paulo Freire menolak konsep banking education, model pendidikan satu arah di mana guru semata mengisi murid seperti celengan kosong. Ia menawarkan pendidikan dialogis, di mana guru dan murid saling bertukar pengetahuan. Dalam pandangannya, ‘guru belajar dari murid, dan murid belajar dari guru’. Relasi ini bukan relasi kuasa, tetapi relasi kemanusiaan.
John Dewey turut menegaskan bahwa pendidikan adalah kehidupan itu sendiri, bukan sekadar persiapan menuju masa depan. Kelas bukan tempat guru mendominasi, melainkan ruang kolaborasi yang memungkinkan semua peserta, termasuk guru, mengalami proses tumbuh bersama. Dewey menekankan pentingnya pengalaman, refleksi, dan komunikasi nilai-nilai yang hari ini semakin relevan di tengah perubahan zaman yang begitu cepat.
Dari perspektif kepemimpinan, Peter Senge melalui konsep learning organization juga menegaskan bahwa pembelajaran tidak boleh berhenti. Guru adalah model pembelajar yang terus bertanya, menggali, dan memperbaiki diri. Sekolah yang hidup adalah sekolah yang warganya, yaitu guru, murid dan seluruh warganya terlibat dalam proses belajar yang saling menguatkan.
Nilai-nilai tersebut sejalan dengan pemikiran R.M. Sosrokartono bahwa ‘Murid gurune pribadi, guru muride pribadi, pamulange sengsarane sesami, ganjarane ayu lan arume sesami‘. Ungkapan ini mengajarkan bahwa murid adalah guru bagi dirinya sendiri, guru pun murid bagi dirinya sendiri. Pembelajaran sejati lahir dari kemampuan manusia untuk membaca kehidupan, memahami kesulitan sesama, serta menjadikan penderitaan orang lain sebagai pelajaran berharga. Balasannya bukanlah materi atau pujian, tetapi keluhuran budi, manfaat, dan kebaikan yang dirasakan oleh sesama. Inilah inti pengabdian seorang pendidik.
Maka benar adanya: guru adalah murid, dan murid adalah guru. Murid mengajarkan kesabaran ketika mereka berproses, mengajarkan kreativitas ketika mereka bertanya dengan tajam dan di luar dugaan, bahkan mengajarkan ketulusan ketika mereka datang dengan kejujuran dan ketidaktahuan yang murni. Adapun guru mengajarkan arah, kesadaran, dan nilai-nilai kebajikan yang mengantar mereka menjadi pribadi yang paripurna.
Dalam konteks ini, Hari Guru Nasional merupakan momen untuk kembali menundukkan hati, mengingat bahwa profesi ini bukan sekadar pekerjaan, akan tetapi panggilan hidup. Bahwa setiap interaksi dengan murid adalah kesempatan melakukan kebaikan kecil yang mungkin berdampak besar. Bahwa menjadi guru berarti siap belajar sepanjang hayat, karena murid bukan beban, melainkan anugerah yang membuat hidup kita terus berkembang.
Akhirnya, refleksi ini mengantar kita pada satu pemahaman penting, bahwa guru dan murid adalah dua sisi dari perjalanan yang sama. Mereka saling menemani, saling menguatkan, dan bersama-sama mencari cahaya pengetahuan dan kebijaksanaan.
Selamat Hari Guru Nasional, 25 November 2025. Semoga setiap langkah yang kita tempuh menjadi bagian dari pengabdian yang membawa manfaat, keberkahan, dan keluhuran budi.






