Keselamatan Kerja di Ketinggian: Antara Kewaspadaan dan Kedisiplinan

Pelatihan Keselamatan kerja di ketinggian. Foto: Dokumentasi pribadi
Pelatihan Keselamatan kerja di ketinggian. Foto: Dokumentasi pribadi

Oleh: Dr. Ganif Djuwadi
– Dosen Poltekkes Kemenkes Malang.
– Koordinator Forum Koordinasi Potensi Pencarian dan Pertolongan (FKP3) Malang Raya.

Bekerja di ketinggian merupakan salah satu aktivitas yang memiliki risiko kecelakaan paling tinggi di berbagai sektor industri, terutama konstruksi, pertambangan, perawatan gedung, dan energi.

Meski teknologi dan peralatan keselamatan semakin maju, angka kecelakaan akibat jatuh dari ketinggian masih tergolong tinggi di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan kerja di ketinggian (height safety) bukan hanya soal perlengkapan, tetapi juga berkaitan erat dengan budaya keselamatan dan kedisiplinan pekerja.

Tantangan dan Risiko di Lapangan

Kegiatan di atas ketinggian, seperti pemasangan rangka atap, pengecatan gedung, perbaikan menara, atau inspeksi atap pabrik, menuntut konsentrasi tinggi dan kesiapan fisik yang prima. Risiko yang dihadapi tidak hanya jatuh dari tempat tinggi, tetapi juga terpapar panas matahari, terpeleset karena permukaan licin, atau bahkan kehilangan keseimbangan akibat kelelahan.

Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa lebih dari 30% kecelakaan fatal di sektor konstruksi disebabkan oleh jatuh dari ketinggian. Angka ini menegaskan pentingnya penerapan sistem keselamatan kerja yang menyeluruh dan konsisten.

Namun, pekerja masih banyak yang mengabaikan prosedur standar, misalnya tidak menggunakan sabuk pengaman (full body harness) dengan benar, tidak memeriksa kekuatan anchor point, atau bekerja di ketinggian tanpa pelatihan memadai.

Pentingnya Sistem Manajemen Height Safety

Sistem keselamatan kerja di ketinggian seharusnya tidak hanya berbentuk peralatan, tetapi merupakan bagian dari sistem manajemen keselamatan kerja (SMK3). Prinsipnya adalah mencegah kecelakaan dengan mengidentifikasi bahaya, menilai risiko, dan menerapkan kontrol teknis serta administratif secara berjenjang.

Langkah-langkah utama dalam sistem height safety antara lain:

Perencanaan kerja yang aman– Menentukan metode kerja yang paling selamat sebelum kegiatan dimulai.

Penggunaan alat pelindung diri (APD)– Seperti full body harness, lanyard dengan shock absorber, helm keselamatan, dan sepatu anti-slip.

Inspeksi dan perawatan alat secara berkala– Semua peralatan harus memiliki sertifikasi dan diperiksa sebelum digunakan.

Pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja– Pekerja wajib memahami teknik bekerja di ketinggian, cara penyelamatan diri, dan penanganan darurat.

Supervisi dan pengawasan ketat– Setiap kegiatan di ketinggian harus diawasi oleh personel yang kompeten.

Pendekatan ini menekankan bahwa pencegahan selalu lebih murah dan lebih manusiawi dibandingkan penanganan kecelakaan.

Budaya Keselamatan: Faktor Penentu Utama

Sebagus apa pun peralatannya, keselamatan kerja tidak akan terwujud tanpa kedisiplinan dan kesadaran setiap individu. Budaya keselamatan (safety culture) perlu ditanamkan sejak awal kepada seluruh pekerja. Dalam banyak kasus, kecelakaan terjadi bukan karena alat rusak, melainkan karena pekerja memilih jalan pintas (shortcut) demi efisiensi waktu.

Perusahaan perlu menumbuhkan budaya di mana setiap pekerja berani menolak bekerja dalam kondisi tidak aman. Manajemen juga wajib memberi contoh dengan tidak mengabaikan prosedur keselamatan. Penegakan aturan tanpa pandang bulu akan membangun rasa tanggung jawab kolektif.

Selain itu, pelaporan kondisi berbahaya (unsafe condition) harus dihargai, bukan dihukum, karena merupakan bagian dari upaya pencegahan.

Teknologi Pendukung Height Safety

Perkembangan teknologi turut membantu menurunkan risiko kerja di ketinggian. Kini tersedia sistem fall arrest otomatis, self-retracting lifeline (SRL), drone untuk inspeksi area berisiko tinggi, hingga sistem sensor yang dapat memantau posisi pekerja secara real-time.

Namun demikian, teknologi bukan pengganti kewaspadaan. Tanpa pemahaman dan pelatihan, alat tercanggih pun tidak akan efektif.

Di sisi lain, inovasi juga perlu didukung oleh regulasi yang kuat dan pengawasan pemerintah. Standar Nasional Indonesia (SNI) dan peraturan ketenagakerjaan harus terus diperbarui sesuai perkembangan teknologi dan kondisi lapangan. Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan lembaga pendidikan menjadi kunci agar pekerja Indonesia dapat bekerja aman di ketinggian setara dengan standar internasional.

Kesimpulan

Keselamatan kerja di ketinggian adalah tanggung jawab bersama. Hal krusial itu menuntut kombinasi antara peralatan yang andal, sistem manajemen yang baik, pengawasan ketat, serta kesadaran individu yang tinggi. Kedisiplinan dan kepatuhan terhadap prosedur bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan wujud penghargaan terhadap kehidupan manusia.

Setiap meter ketinggian membawa risiko, tetapi juga membawa peluang bagi kita untuk menunjukkan profesionalisme dan tanggung jawab. Dengan budaya keselamatan yang kuat dan sistem kerja yang tertata, bekerja di ketinggian bukan lagi ancaman, melainkan bentuk kerja cerdas yang berorientasi pada keselamatan, kualitas, dan kemanusiaan.

Penulis: Ganif DjuwadiEditor: Bagus Suryo