Mengintip Keriuhan Megengan di Kel. Madyopuro Kota Malang

Warga Gang Mirej, Kelurahan Madyopuro, Kota Malang, menyiapkan tumpeng untuk megengan menyambut Ramadan, Sabtu (09/3/2024). Foto: Tugusatu/Abdul Malik
Warga Gang Mirej, Kelurahan Madyopuro, Kota Malang, menyiapkan tumpeng untuk megengan menyambut Ramadan, Sabtu (09/3/2024). Foto: Tugusatu/Abdul Malik

Tugusatu.com, MALANG – Megengan atau hari menyambut Ramadan, tradisi yang banyak dilakukan umat Islam Jawa.

Beragam ekspresi masyarakat merayakan megengan. Warga Kelurahan Madyopuro, Kec. Kedungkandang, Kota Malang, mengekspresikan megengan dengan khas, yakni lewat perayaan gunungan apem, suatu yang menarik jika dikemas dan “dijual” menjadi kalender wisata Kota Malang.

Keramaian perayaan megengan sudah tampak sejak pagi hari. Suasana berbeda tampak di Gang Mirej, Kelurahan Madyopuro Kota Malang, Sabtu (09/3/2024) pagi.

Di halaman sebuah rumah, sekelompok ibu-ibu sedang sibuk dengan peralatan dapur mereka. Ada yang membuat adonan, ada pula yang sigap membuka tutup cetakan kue di atas kompor.

“Harus sering-sering dilihat agar apemnya tidak gosong,” ujar Ima, warga Gang Mirej, RW 4 Kelurahan Madyopuro Kota Malang.

Kue apem untuk mengengan menyambut Ramadan.
Kue apem untuk mengengan menyambut Ramadan.

Tak jauh dari ibu-ibu yang memasak kue apem, tampak 5 orang pria bahu-membahu membuat sebuah tumpeng raksasa.

Ada yang membuat rancak atau tempat kue yang terbuat dari batang daun pisang dan bambu, ada juga yang menyusun kue apem. Setidaknya, membutuhkan 600 kue apem untuk membentuk gunungan setinggi 2 meter.

Sumarno, warga gang Mirej menjelaskan, tradisi Megengan atau menyambut bulan Ramadan dengan membuat gunungan kue apem di kampungnya merupakan pertama kali.

“Ini baru pertama kali di sini jadi harus dibuat sebagus mungkin,” kata Sumarno.

Usai zuhur, warga pun berkumpul membawa gunungan apem untuk dikirab. Kirab dilakukan sejauh satu kilometer, dari gerbang perumahan bulan terang utama, menuju kompleks makam Ki Ageng Gribig.

Hujan deras yang mengguyur Kota Malang siang itu, tak menyurutkan semangat warga untuk menjalankan tradisi yang dilakukan setahun sekali ini. Tak hanya orang dewasa, puluhan anak kecil yang ikut kirab, dengan lantang melantunkan selawat sepanjang kirab berlangsung.

Usai dikirab, gunungan apem dibawa ke sebuah musala yang ada di dalam kompleks makam. Duduk mengelilingi gunungan apem, warga dengan khidmat memanjatkan doa yang dipimpin tetua agama.

Mereka memohon agar diberi kelancaran dalam menjalankan ibadah puasa nanti. Sesaat setelah doa selesai, warga langsung berebut kue apem. Mereka percaya, kue apem yang telah diberi doa, dapat mendatangkan berkah.

“Semoga dapat berkah yang berlimpah nanti,” ujar Ratna, salah satu peserta kirab.

Acara Megengan ini diinisiasi kelompok sadar wisata RW 4 Kelurahan Madyopuro Kota Malang. Defri, Ketua Pokdarwis mengatakan, kue apem berasal dari Bahasa Arab Afwan yang berarti maaf. Sehingga kue ini bisa menjadi simbol saling memaafkan warga, agar memasuki bulan Ramadan dalam keadaan suci.

Tradisi Megengan di kompleks makam Ki Ageng Gribig ini sudah dilakukan sejak tahun 2020 lalu. Selain merayakan datangnya bulan Ramadan, perayaan ini juga bertujuan untuk mengenalkan wisata religi yang ada di Kota Malang.

Ki Ageng Gribig merupakan sosok yang dipercaya sebagai pendiri wilayah Malang Raya.

“Ini sudah sejak 2020 lalu, tapi tahun ini yang ikut lebih banyak,” ujar Defri.

Dia berharap, acara ini menjadi daya tarik wisatawan, dan menjadi agenda resmi Pemerintah Kota Malang.

“Kalau jadi agenda wisata kan bisa menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar,” ucapnya berharap.

Penulis: Abdul Malik
Editor: Choirul Anam