Tugusatu.com, MALANG–Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) lewat proyek bertajuk Vision Medichine berhasil mengembangkan kacamata pintar (smart glasses) berbasis machine learning yang ditujukan untuk membantu penyandang tunanetra dalam mendeteksi jenis obat secara otomatis dan berhasil mendapat pendanaan dari Kemdiktisaintek RI dalam pengembangannya.
Didesain secara khusus dengan pendekatan generative AI dan teknologi voice assistant, Vision Medichine dirancang untuk memberikan informasi obat melalui keluaran suara secara real-time. Inovasi ini berangkat dari keprihatinan sang penggagas atas banyaknya penyandang tunanetra yang mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi obat yang mereka konsumsi. Terlebih ketika berada dalam kondisi mendesak.
Tim yang terdiri atas Al Fitra Nur Ramadhani (Informatika), Muhammad Hanif (Informatika), Dwi Sukmawati (Farmasi), Zaki Hanif Izzet (Teknik Elektro) dan Riko Dwi Firmansyah (Teknik Elektro) ini memang memiliki optimisme dan semangat tinggi untuk menciptakan produk kebanggaan ini. Proyek ini bermula dari proses mereka ikut seleksi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang digelar di tingkat universitas.
“Awalnya saya dari prodi Informatika, waktu itu memang lagi gencar-gencarnya untuk ikut seleksi PKM dan Alhamdulillah kami yang lolos dan terpilih,” kenang Fitra, Kamis (7/8/2025).
Menurutnya, masih banyak berita dan informasi tentang tunanetra yang mengalami kesusahan untuk deteksi obat. Padahal aspek kesehatan merupakan hal yang penting bagi manusia. Dari situ, ia dan tim memutuskan untuk mengambil topik kesehatan ini.
Penciptaan Vision Medichine ini terinspirasi dari perangkat virtuality yang selama ini digunakan oleh kalangan disabilitas. Dengan teknologi pemindai (scan) yang terintegrasi, pengguna cukup mengarahkan kacamata ke obat yang akan dikonsumsi, lalu perangkat secara otomatis akan membacakan nama dan informasi dasar mengenai obat tersebut.
Vision Medichine juga dilengkapi dengan fitur voice assistant yang memungkinkan pengguna bertanya langsung kepada perangkat. “Alat ini didukung dengan voice assistant, jadi penggunanya atau tunanetranya ini bisa tanya-tanya juga terkait data setempat,” lanjut Fitra.
Kelebihan lainnya adalah bentuk alat yang ergonomis dan efisien sehingga memudahkan tunanetra dalam penggunaannya sehari-hari tanpa perlu pelatihan teknis yang rumit sehingga dapat membantu penyandang Tunanetra dalam segi kemandirian.
Hingga saat ini, proyek Vision Medichine sudah menunjukkan progres signifikan. “Alhamdulillah kemarin kita juga sudah sempat progres, mungkin kalau dihitung dengan persentase, mesin ini sudah mencapai 30-40 persen. Masih banyak yang harus dilakukan, tapi semua lancar dan aman. Apalagi komponen-komponen yang dibutuhkan sudah datang serta bimbingan dari dosen seperti Pak Galih Wasis Wicaksono yang sangat membantu,” ujarnya.
Meski begitu, kata dioa, pengembangan alat ini tidak luput dari tantangan teknis. Beberapa komponen seperti kamera sempat tidak berfungsi dengan baik saat uji coba di lapangan.
“Ada beberapa komponen yang kita beli namun tidak berfungsi seperti yang kami harapkan, misalkan kamera ketika kami uji coba di lapangan hasilnya beda dan tidak berfungsi,” jelasnya.
Dengan semangat kolaboratif dan dukungan dari berbagai pihak, tim pengembang Vision Medichine berharap bisa melanjutkan proyek ini hingga ke ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS). Inovasi ini menjadi bukti nyata komitmen UMM dalam mencetak mahasiswa yang tidak hanya unggul dalam akademik, tetapi juga peduli terhadap persoalan sosial dan mampu menciptakan solusi teknologi yang inklusif dan aplikatif.