Tugusatu.com, MALANG—Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menciptakan pelapis berbahan ekstraks pati singkong agar tomat lebih tahan busuk.
Muti’ah Alawiyah, mahasiswa Teknologi Pangan UMM yang akrab disapa Tia, mengatakan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 mencatat produksi tomat nasional mencapai 1,15 juta ton, namun jumlah besar itu tersimpan masalah klasik yang merugikan, Yakni kerentanan tomat yang hanya mampu bertahan 3 hingga 7 hari setelah panen.
“Fenomena ini menyebabkan kerugian besar bagi para petani, sekaligus menghambat upaya ketahanan pangan,” katanya, Senin (29/9/2025).
Berangkat dari keresahan tersebut, kata dia. sebuah tim mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berhasil menciptakan sebuah solusi inovatif.
“Kalau biasanya tomat hanya bertahan 3 sampai 6 hari, kami ingin membuatnya bisa segar hingga 20 hari lebih,” ujarnya.
Bersama timnya yang terdiri dari empat orang, ia mengembangkan edible coating atau lapisan pelindung dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal yang melimpah yakni pati singkong dan ekstrak daun singkil.
Inovasi ini berjudul Edible Coating Pati Singkong dengan Penambahan Ekstrak Daun Singkil sebagai Antibakteri untuk Peningkatan Umur Simpan Tomat.
Ide ini lahir dari pengamatan sederhana, di mana tomat sebagai komoditas utama sering kali tidak sampai ke tangan konsumen dalam kondisi prima. Kerusakan pasca panen umumnya disebabkan oleh proses respirasi berlebih dan kontaminasi mikroba.
“Kami ingin ada solusi yang ramah lingkungan, murah, dan mudah diterapkan,” tegasnya.
Edible coating yang dikembangkan ini berbentuk lapisan tipis transparan, mirip dengan plastik. Proses pembuatannya dimulai dari ekstraksi pati singkong. Pati ini kemudian dicampur dalam air, ditambahkan sodium alginat sebagai pembentuk gel, serta gliserol dan kalsium klorida untuk memperkuat lapisan.
Setelah itu, ekstrak daun singkil dimasukkan ke dalam campuran. Larutan ini kemudian dicetak pada wadah datar dan dikeringkan menggunakan oven bersuhu rendah hingga menjadi lembaran tipis.
Lapisan ini bekerja dengan cara yang cerdas. Saat diaplikasikan pada permukaan tomat, edible coating ini bertindak sebagai penghalang mikroba dan udara berlebih.
Kandungan flavonoid, saponin, dan tanin dalam daun singkil memiliki sifat antibakteri yang mampu menekan pertumbuhan bakteri perusak. Selain itu, lapisan ini memperlambat laju respirasi tomat, sehingga buah tidak cepat keriput.
Berdasarkan hasil sementara dari penelitian yang telah mencapai 80%, tomat yang dilapisi masih segar hingga hari ke-10, jauh lebih lama dibandingkan tomat tanpa pelapisan. Selama proses penelitian, Tia dan timnya mendapat bimbingan intensif dari dosen pendamping, Hanif Alamudin Manshur.
Keunggulan inovasi ini tidak hanya sebatas memperpanjang umur simpan tomat. Lapisan pelindung ini menarik karena menggunakan bahan-bahan lokal yang melimpah, mudah ditemukan, dan murah, seperti pati singkong.
Selain itu, pemanfaatan daun singkil yang jarang diteliti menjadikannya sebuah kebaruan ilmiah. Sifatnya yang ramah lingkungan juga menjadikannya pilihan ideal sebagai pengganti plastik konvensional. Lapisan ini sepenuhnya biodegradable dan aman untuk dikonsumsi karena terbuat dari bahan pangan.
“Kalau selama ini masyarakat bergantung pada plastik atau bahan kimia impor, edible coating ini justru memanfaatkan potensi lokal yang murah dan efektif,” terang Tia.
Dia berharap penelitian ini dapat berkontribusi nyata bagi ketahanan pangan nasional dengan mengurangi kerugian petani dan membuka peluang pengembangan bahan alami untuk pengawetan produk segar.