Peringati Hari Lansia, Jowo Line Dance Jadikan Hutan Malabar Ruang Pelestari Seni dan Budaya

Ketua Komunitas Budaya Jowo Line Dance, Kota Malang, Jawa Timur, Rinto Syah menari bersama para pegiat seni dan budaya di Hutan Kota Malabar. Foto: Tugusatu/Bagus Suryo
Ketua Komunitas Budaya Jowo Line Dance, Kota Malang, Jawa Timur, Rinto Syah menari bersama para pegiat seni dan budaya di Hutan Kota Malabar. Foto: Tugusatu/Bagus Suryo

Tugusatu.com- Komunitas Budaya Jowo Line Dance di Kota Malang, Jawa Timur, melibatkan pegiat seni dan budaya menari bersama di Hutan Malabar, Kamis (29/5). Mereka mbekso atau menari untuk memperingati Hari Lansia Nasional.

“Kiprah mbekso ini sudah edisi ke-27 di Hutan Kota Malabar,” tegas Ketua Komunitas Budaya Jowo Line Dance Rinto Syah.

Rinto menjelaskan Jowo Line Dance menginisiasi pemanfaatan hutan kota selain sebagai ruang terbuka hijau, juga menjadi destinasi wisata yang nyaman dan ramah bagi pengunjung. Termasuk lengkap dengan gelaran seni tradisi yang atraktif.

“Pada prinsipnya kiblat kita ingin melestarikan budaya. Sebab, di era kekinian, generasi muda dan tua sudah terkontaminasi budaya asing,” katanya.

Lalu, Rinto tergerak melestarikan budaya Jawa menyatu dengan merawat taman dan hutan kota. Dalam konteks ini, menari bersama di hutan kota melibatkan berbagai komunitas seni dan budaya menampilkan ibu-ibu berkebaya. Adapun iringan musik dan lagi bergenre memadukan tembang lawas dan kekinian mengandung pitutur. Bahkan, koreografi hasil karya sendiri.

Para pegiat seni dan budaya di Kota Malang menari bersama di Hutan Malabar.
Para pegiat seni dan budaya di Kota Malang menari bersama di Hutan Malabar.

Pagi itu, pegiat seni dan budaya bergembira bersama di hutan Malabar yang menjadi ruang terbuka hijau sejak zaman kolonial Belanda seluas 16.178 meter persegi. Sebanyak 500 pohon membuat udara di hutan yang juga disebut Kebon Rodjo tersebut begitu menyehatkan.

“Kami ingin mengembalikan fungsi hutan sebagai fasum kota selain menanam pohon juga merawat bersama untuk melestarikan lingkungan dan budaya bangsa,” ujarnya.

Menurut Rinto, Hutan Malabar ini jantung kota. Perawatan menjadi bagian penting melibatkan semua pihak. Karena itu, Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang diminta mengajak putra daerah dalam mengembangkan fungsi hutan sehingga berdampak ganda bisa membuka lapangan kerja.

Sebab, hutan selain melestarikan lingkungan, juga berfungsi sebagai ruang bagi pelaku seni dan budaya beraktivitas. Ruang terbuka hijau ini menjadi tempat mengasah dan melestarikan budaya dan lingkungan berimbas meningkatkan kunjungan wisata.

Pada kesempatan itu, Penggagas Kampung Budaya Polowijen, Isa Wahyudi akrab disapa Ki Demang, menyatakan baru kali ini hutan kota sebagai ruang budaya. Gelaran ini, lanjutnya, sebagai pionir terobosan atraktif bahwa gelar budaya dan seni biasanya di gedung, kini bisa di hutan kota.

Alhasil, hutan yang memiliki fungsi lengkap sebagai pelestarian lingkungan sekaligus merawat budaya menjadi bagian penting mendongkrak sektor pariwisata.

Acara diawali jagong guyon maton dipandu Samsul Subakri akrab disapa Mbah Karjo. Adapun talkshow lansia oleh Dewi Yohana dari Himpsi Malang. Tari Topeng Malang Grebeg Sabrang dari Kampung Budaya Polowijen dan tembang dolanan dari Miben Voice tampil memukau.

Pegawai Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang Rendra Fatrisna mengapresiasi kiprah para pegiat seni dan budaya.

“Budaya milik kita semua, yang muda dan tua sama saja, justru Jowo Line Dance dan semua komunitas ini hadir memberi teladan pelestarian budaya kepada generasi muda dengan mengambil momentum Hari Lansia,” ucapnya.

Hadir dalam acara ini Srikandi Pemuda Pancasila, Perempuan Bersanggul Nusantara, Citra Kebaya Indonesia, Komunitas Cinta Berkain Indonesia, HKTI Perempuan Tani, Asosiasi Pedagang Kaki Lima Kota Malang dan Komunitas Kain Kebaya Indonesia, Malang Dance Indonesia serta Jowo Line Dance.

Penulis: Bagus SuryoEditor: Tim editor