Tugusatu.com- Kesenian Bantengan kini populer dan menjadi tren anak muda terutama di Jawa Timur khususnya Malang Raya meliputi Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu. Kesenian yang erat kaitannya dengan masyarakat sekitar pegunungan ini sedang hit.
Itu sebabnya bermunculan kelompok seni Bantengan dari lereng Gunung Kawi, Gunung Arjuno, Gunung Semeru dan Gunung Bromo. Penggemarnya merambah usia lebih muda di perdesaan sampai perkotaan. Bahkan, kalangan ibu-ibu pun demen lantaran banteng mberot dinilai hal baru mengasyikkan dan viral.
Semula Bantengan diiringi ritme musik gamelan dan lantunan tembang Jawa yang pakem. Kini, Bantengan bergeser memanfaatkan electronic dance music, justru kerap dangdutan genre koplo. Tapi tak sepenuhnya menyisihkan pakem seperti identitas, karakter, kostum dan ritual. Di sisi lain, seni Bantengan telah memunculkan beragam kreativitas dan inovasi sesuai era kekinian.
Tahukan Anda asal-usul Kesenian Bantengan?. Thomas Stamford Raffles dalam buku The History of Java menulis masyarakat Jawa sejak dulu memiliki sendratari topeng lakon petualangan Panji sebagai pahlawan favorit dalam cerita Jawa. Pementasan dalam satu grup, yakni penari dan penabuh gamelan.
Lakon yang dihadirkan mewakili kondisi maupun ekspresi realita masyarakat, percintaan, peperangan dan kepahlawanan. Para pakar menyebut, sendratari topeng sudah ada sejak masa kerajaan Mataram Kuno, bahkan era lebih tua.
Selanjutnya era kolonial ada hiburan barongan menghadirkan tokoh dan kostum menyerupai satwa liar. Kesenian ini ditampilkan dalam arak-arakan dengan diiringi musik, genderang, drum dan gong. Dalam konteks ini, corak Barongan lebih dekat dengan Bantengan yang kini berkembang.
Zaman dulu juga ada hiburan berupa adu kerbau dengan macan dan adu banteng. Sampai akhirnya melahirkan seni pertunjukan yang mengalami kemajuan sehingga memunculkan kreasi sesuai perkembangan zaman.
Adapun kesenian Bantengan sampai kini masih awet. Sebab, pelaku seni terus melestarikan dan merawat budaya bangsa ini secara teliti.
Para pelaku seni Bantengan biasa pementasan menggunakan kostum dominan berwarna hitam kombinasi merah dan kuning. Perangkat lainnya kepala banteng, rancangan atau badan banteng, topeng kera, bujang ganong, pecut dan gongseng. Para pemain mengikuti musik gamelan selaras dengan ritme kenong, kendang dan pecut.
Sebelum pementasan, sesepuh menggelar ritual mengucapkan doa dan mantra. Atraksi kerap ditandai dengan kalap. Hal itu menjadi daya tarik tersendiri. Pagelaran yang dianggap atraktif, hit dan viral ialah banteng mberot.
Menurut sejumlah pelaku seni Bantengan, mberot bermakna merajuk. Ada juga yang berpendapat, merajuk wujud perlawanan atau memberontak. Bisa juga dimaknai sebagai realita ekspresi menginginkan kebebasan. Sampai akhirnya ada ungkapan di kalangan muda menyebut gak mberot, gak asyik. Semua itu gambaran ekspresi kondisi masyarakat lokal terkini yang terejawantah dalam berkesenian.
Penulis: Alief/Bagus
Editor: Bagus Suryo
Sumber: Berbagai sumber