Refleksi, Resolusi, Rekonsiliasi, dan Rekonstruksi Tahun Baru Islam dalam Perspektif Sufi

Aris Krisdian, S.Pd.I, M.Pd, Gr, Pengajar sekaligus Pemerhati Budaya. Foto: Tugusatu/dok pribadi
Aris Krisdian, S.Pd.I, M.Pd, Gr, Pengajar sekaligus Pemerhati Budaya. Foto: Tugusatu/dok pribadi

Tugusatu.com- Tahun Baru Islam merupakan momentum spiritual yang istimewa, bukan sekadar penanda pergantian waktu dalam kalender Hijriah. Bagi kalangan sufi, pergantian tahun adalah ajakan untuk memperdalam perjalanan rohani melalui refleksi terhadap masa lalu, menetapkan resolusi amal saleh, melakukan rekonsiliasi terhadap kesalahan dan luka batin, serta merekonstruksi hidup dengan fondasi keimanan yang kokoh.

1. Refleksi (Muhasabah) dalam pandangan sufi

Sufi menjadikan muhasabah sebagai aktivitas utama dalam membina hubungan dengan Allah. Mereka menghisab diri setiap hari untuk menilai kualitas iman, ibadah, dan interaksi sosial.

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

“Orang yang cerdas adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati, sedangkan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)

Refleksi ini menjadi cermin jiwa untuk melihat kesalahan, dosa, dan kekeliruan yang telah terjadi sepanjang tahun, sekaligus memicu keinginan untuk memperbaiki diri.

2. Resolusi (Niat dan tujuan hidup)

Bagi sufi, resolusi bukanlah sekadar rencana duniawi, melainkan komitmen spiritual yang lahir dari niat yang bersih. Setiap tahun baru menjadi awal untuk memperbarui niat dalam beribadah dan bermuamalah.

“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Para sufi menetapkan resolusi yang berorientasi pada peningkatan kualitas batiniah. Implementasinya dengan memperbanyak dzikir, memperdalam makna hidup, dan meninggalkan dosa batin seperti ujub, riya’, dan takabur.

3. Rekonsiliasi (Islah dan tobat)

Tahun baru Islam adalah waktu yang tepat untuk islah (perbaikan) dan tobat nasuha. Sufi memandang rekonsiliasi sebagai bentuk kembali kepada fitrah, menyucikan diri dari luka masa lalu, dan membangun hubungan yang harmonis dengan Allah dan sesama.

“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31)

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Rekonsiliasi juga melibatkan upaya memaafkan, memperbaiki hubungan yang retak, dan menjauhkan diri dari dendam serta kebencian.

4. Rekonstruksi (Tajdid dan tazkiyah)

Rekonstruksi spiritual berarti membangun kembali kehidupan dengan prinsip-prinsip keimanan yang lebih murni dan kuat. Dalam tasawuf, ini dikenal dengan tajdid (pembaharuan iman) dan tazkiyah (penyucian jiwa).

“Sesungguhnya iman itu bisa usang di dalam diri kalian sebagaimana pakaian menjadi usang. Maka mintalah kepada Allah agar memperbarui iman di dalam hati kalian.” (HR. Al-Hakim)

Proses rekonstruksi melibatkan peningkatan dalam:

– Keikhlasan ibadah.
– Komitmen terhadap akhlak yang luhur.
– Penyucian dari penyakit hati.
– Penguatan semangat hijrah dari nafsu duniawi menuju rida Ilahi.

5. Tahun Baru sebagai hijrah spiritual

Momentum Tahun Baru Hijriah mengingatkan kita pada hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Sufi memaknainya sebagai simbol hijrah rohani dari kegelapan menuju cahaya, dari kebodohan menuju ilmu, dari hawa nafsu menuju ketundukan kepada Allah.

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. At-Taubah: 20)

Penutup

Tahun Baru Islam dalam pandangan sufi adalah momentum rohani yang mendalam, mencakup empat pilar:

1. Refleksi: Menghisab diri terhadap amal dan dosa.
2. Resolusi: Menetapkan niat baru yang tulus karena Allah.
3. Rekonsiliasi: Berdamai dengan diri, orang lain, dan Allah.
4. Rekonstruksi: Membangun kembali kehidupan di atas nilai-nilai tauhid, cinta, dan kesucian.

Melalui pendekatan sufistik ini, Tahun Baru Hijriah bukanlah seremoni kosong, tetapi titik tolak untuk menjadi insan kamil, manusia paripurna yang dekat dengan Allah dan membawa manfaat bagi sesama.

Penulis: Aris Krisdian, S.Pd.I, M.Pd, Gr, Pengajar sekaligus Pemerhati BudayaEditor: Bagus Suryo