Tugusatu.com, MALANG—Ibadah kurban bukan ritual penumbalan, tapi merupakan aktualisasi syukur nikmat sebagai wasilah mendekatkan diri pada Allah SWT.
Hal itu ditegaskan Sekretaris Majelis Tabligh Muhammadiyah, Asykuri ibn Chamim, dalam khutbah Idul Adha di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Senin (17/6/204) yang dihadiri ribuan jamaah dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, dosen, dan masyarakat sekitar.
Selain menjadi spirit sosial yang tinggi, kata dia, kurban juga menjadi manifestasi ketakwaan hamba pada tuhannya. Kurban sudah ada sejak generasi pertama manusia, yakni sejak adanya Adam. Utamanya saat menengahi dua putranya, Habil dan Qabil yang berselisih. Saat itu, kurban Habil diterima sedangkan saudaranya tidak.
“Ini mengisyaratkan bahwa Allah menerima amal dari orang-orang yang bertakwa. Begitupun dengan derajat ketakwaan dan keikhlasannya. Ini juga adalah etika penghambaan yang hakiki. Bagaimana sebuah kurban harus ikhlas tanpa tendensi atau kepentingan. Jika hanya untuk kepentingan semata, kurban tersebut akan sama seperti Qabil yang tidak diterima oleh Allah,” ujarnya.
Pesan taqwa tersebut, kata dia, kembali bergema dalam kisah nabi Ibrahim dan Ismail. Mereka diuji dengan perintah kurban untuk menyembelih Ismail yang beranjak dewasa sebagai bentuk ketakwaan. Ini juga mengisyaratkan akan keikhlasan dan kesabaran keduanya. Menerima perintah Allah tanpa ragu dan tanpa syarat.
“Allah juga memberikan pesan tersirat lewat kejadian itu. Salah satunya sebagai kritik akan tradisi kaum pagan yang suka menumbalkan manusia untuk dewa-dewa dan berhala-berhalanya,” katanya.
Dia menegaskan, dimensi bersyukur erat dengan praksis sosial. Saat ini, sebagian muslim dilimpahi ekonomi yang layak, namun sebagian lainnya masih berkutat dengan kemiskinan. Maka, berkurban menjadi cara bagi muslim untuk meresonansikan syukur nikmat yang sudah diberikan.
Rektor UMM, Prof. Nazaruddin Malik, mengutip Alquran surah Albaqarah ayat 30. Di dalamnya, ada penjelasalan bahwa malaikat mempertanyakan keputusan Allah untuk menurunkan manusia ke Bumi. Malaikar bertanya ‘Apakah engkau menciptakan orang yang merusak dan menumpahkandarah di sana?’ yang kemudian dijawab oleh Allah ‘Sungguh aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.
Dia mengajak para jamaah untuk merenungkan tugas khalifah yang diberikan oleh Allah di momen Idul Adha ini. Misi kekhalifahan manusia sesungguhnya adalah bagaimana manusia melakukan upaya pembinaan dan perayaan untuk memperbaiki kualitas hubungan vertikal dan horizontal.
Hubungan manusia dengan tuhannya dan hubungan manusia dengan manusia lainnya “Itulah yang mengisyaratkan keseimbangan wasathiyah dan moderat. Dan salah satunya ini dibentuk melalui jiwa yang ikhlas untuk berkurban,” ujarnya.
Sumber: UMM
Editor/Reporter: N-1/Bagus Suryo
ISSN 3063-2145