Fatimah cekatan mengepak kompos di gedung komposting Unit Pelaksana Teknis Pengolahan Sampah Supiturang di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur.
“Saya mengemas 100 bungkus per hari,” kata Fatimah membuka pembicaraan, kemarin.
Tak begitu lama, kompos yang menggunung sudah berpindah tempat di kemasan plastik 5 kg. Di sudut gedung seluas 2.800 meter persegi bersebelahan dengan gedung sorting plant, Fatimah bekerja bersama 13 orang. Mereka di antaranya Dwi, Dafa, Yusril, Dimas, Fauzi, Yoga, Faktur, Muklas dan Wahyu. Tugasnya mulai pemilahan, pengolahan, pencacahan, fermentasi, operator alat berat sampai pengemasan.
Sentuhan tangan perempuan itu bersama pekerja lainnya memberikan andil signifikan dalam program penanganan stunting, pengendalian inflasi, pengentasan kemiskinan dan mewujudkan indeks kualitas lingkungan hidup.
Betapa tidak, sampah organik yang volumenya terus bertambah dari skala rumah tangga dan pasar tradisional se Kota Malang diolah menjadi kompos. Lalu, pupuk organik itu dikembalikan lagi ke masyarakat. Pemanfaatan untuk pertanian dan urban farming. Siklus pengelolaan persampahan terintegrasi mengubah wujud asli sampah menjadi kompos telah menyelesaikan berbagai persoalan.
Sampah dari kampung akhirnya kembali ke kampung usai bersalin rupa dalam wujud kompos. Pupuk itu menyuburkan tanah dan tanaman. Panen cabai dan sayur dipetik depan rumah guna mencukupi kebutuhan gizi balita stunting. Pertanian ramah lingkungan terwujud dengan suplai pupuk organik dari tempat pemrosesan akhir (TPA) Supiturang.
Koordinator Komposting Unit Pelaksana Teknis Pengolahan Sampah Supiturang Teguh Sambodo menyatakan sampah organik yang diolah sekitar 10 ton per hari. Panen kompos 40% dari bahan baku sampah yang masuk komposting. Setelah dikemas, kompos dibagikan gratis ke masyarakat.
“Setiap warga boleh mengambil 3 kuintal per kemasan 5 kg. Bila instansi dapat 100 bungkus atau 5 kuintal kompos,” ucapnya.
Kompos buatan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang layak sebagai pupuk organik dan media tanam lantaran berkualitas SNI. Di lahan komposting seluas 2.800 meter persegi, sampah diubah menjadi kompos melalui proses pemilahan, pencacahan, fermentasi, maturasi, pengayakan dan pengemasan.
Fermentasi dengan mengecek keasaman (ph), suhu dan kadar air. Starternya dari air lindi di bak penampungan untuk menyiram bahan kompos. Seluruh proses sesuai standar operasional prosedur dan berteknologi modern komplet dengan uji laboratorium. Hasil kompos memiliki efek ganda berkontribusi turut menyelesaikan berbagai tantangan pembangunan mulai urban farming, stunting sampai meningkatkan indeks kualitas lingkungan hidup.
ISSN 3063-2145