DPRD Kota Malang Jawab Tuntutan Mahasiswa Soal PBB

Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Siraduhita dan Wakil Ketua DPRD Kota Malang Trio Agus Purwono, Kamis (4/9). Foto: Tugusatu/Bagus Suryo
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Siraduhita dan Wakil Ketua DPRD Kota Malang Trio Agus Purwono, Kamis (4/9). Foto: Tugusatu/Bagus Suryo

Tugusatu.com- DPRD Kota Malang, Jawa Timur, menjawab tuntutan mahasiswa terkait isu kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dinilai memberatkan masyarakat. Dalam konteks ini, dewan memberikan penjelasan.

“Perwal yang lama masih ada. Yang sedang kita kawal, Perwal yang baru, ini ranahnya eksekutif. Setelah Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) disahkan, kita kawal bareng dan rembuk bareng,” tegas Ketua DPRD Kota Malang, Jawa Timur, Amithya Ratnanggani Siraduhita, Kamis (4/9).

Isu kenaikan tarif PBB menjadi perhatian publik di Kota Malang. Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Cipayung Plus Kota Malang menyampaikan aspirasi menyatu dalam 10 poin tuntutan.

Amithya menyatakan berkomitmen menindaklanjuti tuntutan yang menjadi kewenangan pemda bersama eksekutif. Tuntutan itu di antaranya soal PBB, pembentukan satuan kerja khusus penanganan putus hubungan kerja (PHK), kesejahteraan guru, dan pengawalan terhadap guru yang datanya belum masuk ke Dapodik. Mahasiswa juga menyoroti uang tunjangan yang diterima anggota dewan.

“Tentu aspirasi mahasiswa akan kami follow up, meskipun kami sadar bahwa tuntutan yang masuk cukup banyak. Tapi yang jelas, aspirasi ini akan menjadi bahan perhatian DPRD Kota Malang,” ujarnya.

Soal tunjangan ke luar negeri, lanjut Amithya, anggota DPRD Kota Malang tidak menerima hal itu.

“Kita mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres), dan bahkan sudah melakukan efisiensi anggaran hingga 50,1 persen. Jadi tidak ada tunjangan tambahan sebagaimana di DPR RI,” ucapnya.

Adapun soal PBB, Wakil Ketua DPRD Kota Malang Trio Agus Purwono menjelaskan tidak ada kenaikan tarif. Menurutnya, seolah-olah ada kenaikan karena semula multitarif menjadi satu tarif.

“Tapi komitmen kita dengan kepala daerah agar PBB tidak ada kenaikan secara implementasi. Jadi perlu dipahami tarif dengan implementasinya,” tuturnya.

Trio menegaskan Perwal koefisien mengatur rumus penetapan PBB yang komponennya, yaitu tarif dikalikan nilai jual kena pajak setelah menghitung nilai jual objek pajak dan nilai jual objek pajak tidak kena pajak.

“Komitmen kami PBB tidak ada kenaikan. Ini pakai perwal lama jadi masih aman. Tiga tahun yang lalu NJOP naik, tapi PBB tidak naik karena pakai perwal koefisien,” tandasnya.

Soal PBB di Kota Malang diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dalam perda itu kini mengatur satu tarif 0,2% dari sebelumnya terbagi dalam empat kategori sesuai klasifikasi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Sebelum perubahan perda, tarif terendah PBB sebesar 0,055% untuk NJOP maksimal Rp1,5 miliar, dan tertinggi 0,167% untuk NJOP di atas Rp100 miliar.

Penulis: Maghfirotul HasanahEditor: Bagus Suryo