Tugusatu.com, MALANG—Memahami perbedaaan komunukasi nonverbal dapat menjai salah satu kunci sukses dalam bermedsos, bagkan di tingkat global.
Dosen senior UiTM (Universiti Teknologi MARA) Melaka, Malaka, Malaysia, Ilya Tasnorizar binti Ilyas, dalam kuliah tamu internsional bertajuk “Media and Social Change in Malaysia” yang diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Minggu (4/6/2025) lalu.
Dia menjelaskan pentingnya memahami perbedaan komunikasi nonverbal di masing-masing negara. Gestur, kontak mata, dan ruang personal memiliki makna berbeda di setiap budaya. Dia mecontohkan perbedaan budaya antara negara-negara Timur Tengah dan Barat, dimana cara tersenyum, menatap, bahkan menjaga jarak memiliki nilai sosial tersendiri. Menurutnya, kesadaran akan perbedaan tersebut dapat mencegah terjadinya keslahpahaman dan menciptakan komunikasi yang lebih sehat, efektif, dan positif dalam konteks global.
“Pemahaman ini penting agar kita tidak salah menafsirkan maksud seseorang dan tetap saling respect antara satu dengan yang lain,” ujar Ilya.
Sedangkan pembicara kedua, Rosilawati binti Sultan Mohideen yang juga dari UiTM Melaka memaparkan ,dampak media sosial terhadap sikap politik masyarakat Malaysia.
Menurutnya, media sosial memiliki pengaruh besar dalam meningkatkan kesadaran politik, keterlibatan publik, dan mendorong pemerintah untuk bertindak cepat dalam situasi krisis. Namun, da juga menyoroti sisi negatif seperti penyebaran hoaks, polarisasi, serta pemahaman dangkal terhadap isu penting.
Di sisi lain, Ts Hj. Mohd. Hilmi bin Bakar mengangkat isu menarik bertajuk ‘Echo Chamber and Society: Free to Speak or Trapped in a Bubble’.
Dia menjelaskan bahwa echo chamber adalah ruang digital yang hanya berisi orang-orang sepemikiran. Sedangkan, filter bubble dibentuk oleh algoritma media sosial seperti TikTok yang menyajikan konten sesuai preferensi pengguna. Keduanya, membuat seseorang semakin terisolasi dari sudut pandang yang berbeda.
Dia juga menyoroti perubahan ekosistem media dari peran jurnalis sebagai kontrol publik menjadi dominasi konten viral dan emosional. Terakhir, dengan upaya evaluasi sumber dan memverifikasi fakta, mendorong perspektif yang beragam, politik digital yang sehat, diskusi, kolaborasi lintas disiplin ilmu akan membantu menjadi masyarakat yang bijak.
“Terkadang, kita sering berpikir bahwa kita bebas berbicara. Namun kebebasan yang sesungguhnya berarti kebebasan untuk mendengarkan, memahami, dan mengubah pikiran kita,” katanya.
Wakil Dekan I FISIP UMM, Najamuddin Khairur Rijal, mengapresiasi i atas kunjungan dan kontribusi para dosen UiTM Melaka.
Dia berharap kerja sama antara kedua institusi dapat terus berlanjut melalui berbagai program akademik, seperti mobilitas dosen dan mahasiswa, riset kolaboratif, hingga publikasi bersama.
Dia juga memberi penghargaan tinggi kepada Kampus Putih yang konsisten membangun atmossfer akademik global, sejalan dengan visi dan misi UMM menuju kampus internasional 2026.