Tugusatu.com, MALANG—Kemajuan teknologi dan pola asuh yang tidak tepat telah mendorong anak-anak ke arah gaya hidup pasif yang membahayakan fisik maupun mental.
Frendy Aru Fantiro, Dosen Pendidikan Jasmani Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), mengatakan anak-anak kini cenderung malas bergerak dan lebih suka duduk dengan gawai daripada bermain di luar. Selain itu, generasi alpha menghadapi tantangan besar karena lingkungan yang tidak mendukung pembiasaan aktivitas fisik sejak dini.
“Kurangnya aktivitas fisik berpotensi menimbulkan efek jangka panjang yang serius, mulai dari obesitas, gangguan postur, mudah sakit, hingga rentan stres dan kecemasan. Dibandingkan generasi sebelumnya, anak SD sekarang lebih banyak yang obesitas, berkacamata, dan cepat lelah. Ini bukan sekadar keluhan, tapi gejala yang nyata dari krisis kebugaran anak,” ujarnya, Selasa (10/6/2025).
Diamenyoroti bahwa pendidikan jasmani di sekolah tidak cukup jika tidak didukung dengan kebiasaan harian yang aktif.
Dia menyarankan aktivitas fisik minimal 30 menit setiap hari untuk anak-anak usia prasekolah, dan 60 menit untuk anak usia sekolah dasar. Aktivitas tersebut bisa berupa berjalan kaki, bermain, hingga membantu pekerjaan rumah tangga.
Sayangnya, kebanyakan orang tua tidak memberikan keteladanan yang cukup. “Anak tidak akan bergerak kalau orang tuanya sendiri pasif. Orang tua harus memberi contoh, bukan hanya menyuruh. Tetapi beraktivitas bersama anak, seperti bersepeda atau berjalan ke taman di akhir pekan, bisa jadi awal dari perubahan gaya hidup keluarga,” ujarnya.
Dia juga mengkritisi pola pendidikan saat ini yang menuntut anak-anak untuk terus belajar hingga sore hari, ditambah les dan PR yang menumpuk. Beban tersebut, jika tidak diimbangi aktivitas fisik, justru akan berdampak pada kesehatan mental anak. Karena ketika tubuh bugar, anak lebih fokus, lebih bahagia, dan daya ingat meningkat. Itu sebabnya olahraga harus jadi kebutuhan, bukan sekadar ekstrakurikuler.
Frendy menekankan bahwa aktivitas fisik tidak hanya berdampak pada kebugaran, tetapi juga berkontribusi besar terhadap pencapaian akademik anak. Penelitian menunjukkan anak yang rutin bergerak memiliki nilai akademik lebih baik, terutama dalam mata pelajaran yang menuntut konsentrasi tinggi seperti matematika dan membaca.
“Jangan jadikan olahraga sebagai hukuman atau kewajiban berat. Ajak anak bermain, bergerak sambil mendengarkan musik, atau buat jadwal fisik yang ringan tapi konsisten,” ujarnya.
Dia berharap orang tua dan sekolah bisa bekerja sama menciptakan lingkungan yang mendukung anak untuk aktif bergerak, demi masa depan yang lebih sehat, bahagia, dan produktif. Perlu diingat, orang sehat belum tentu bugar. Tapi orang bugar pasti sehat.