Praktik Parkir Liar Merajalela, Begini Solusinya Versi Akademisi

Guru Besar Bidang Politik dan Kebijakan Publik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof. Tri Sulistyaningsih, Istimewa
Guru Besar Bidang Politik dan Kebijakan Publik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof. Tri Sulistyaningsih, Istimewa

Tugusatu.com, MALANG—Praktik parkir liar marak di berbagai kota di Tanah Air, termasuk Kota Malang. Solusinya, yakni perlunya pengawasan pertambahan kendaraan, penindakan yang tegas, integrasi angkutan massal, penerapan retribusi parkir digital, dan perlunya diseminisasi terus menerus terkait perilaku yang baik dan benar  kepada masyarakat.

Guru Besar Bidang Politik dan Kebijakan Publik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof. Tri Sulistyaningsih, mengatakan Indonesia berada di posisi top 4 populasi terbesar di dunia dengan mencapai angka 283 juta jiwa pada tahun 2024 (melansir World Population Review 2024). Sayangnya, jumlah populasi tersebut tidak sepenuhnya memberikan efek positif.

“Realitanya, jika dihubungkan dengan budaya konsumtif masyarakat terhadap kendaraan pribadi dan ketersediaan lahan parkir, peluang timbulnya permasalahan yang serius sangat mungkin terjadi. Mulai dari kemacetan, isu parkir liar, hingga kriminalitas,” katanya, Jumat (16/5/2025).

Menurutnya, salah satu faktor penyebab munculnya parkir liar atau ilegal yakni sistem perparkiran yang tidak  optimal dan tidak jelasnya pihak yang memegang kewenangan penataan.

Dia menyayangkan adanya pemberian ruang bagi masyarakat untuk membuka lapak parkir pribadi secara resmi oleh Dinas Perhubungan (Dishub). Apalagi banyak yang malah disalahgunakan.

“Peluang yang dibuka ini justru memunculkan banyak PR baru bagi pemerintah. Ini juga menjadi salah satu faktor penyebab banyaknya parkir liar, akamsi-akamsi, dan oknum ‘Pak Ogah’ di beberapa daerah di Kota Malang,” ujar Tri menambahkan.

Hingga kini, parkir liar masih dapat dengan mudah ditemukan di hampir seluruh penjuru kota. Pasalnya, pemberian ruang ini menghasilkan peluang lahirnya oknum-oknum Juru Parkir (Jukir) liar tak bertanggung jawab yang bekerja secara terstruktur berdasarkan sistem zonasi di bawah kendali ‘shadow power’.

Di sisi lain, faktor sosiologis dan ekonomi menjadikan fenomena parkir liar ini sebagai hal yang wajar, bahkan dianggap sebagai ‘sedekah’ oleh sebagain besar masyarakat.

Untuk itu, dia menyayangkan,  respon masyarakat yang terlalu permisif terhadap parkir dan Jukir liar ini. Akibatnya, parkir-parkir illegal di bahu jalan, trotoar, dan jalur sepeda masih saja beropereasi, dan kemacetan menjadi suatu keniscayaan.

Ini juga berdampak pada pengurangan pemasukan anggaran pemerintah, terancamnya tingkat keselamatan dan keamanan pengguna jalan, serta berkurangnya akses ruang publik.

Untuk itu, menurut dia, regulasi kebijakan yang tepat dari pemerintah berperan utama disini. Sudah saatnya pemerintah merealisasikan perencanaan pertumbuhan kendaraan secara maksimal secara berkala. Kemudian, dalam proses operasionalnya, diperlukan pengawasan, serta penegakan hukum yang partisipastif dari pemerintah dan masyarakat.

Selain itu, perlu adanya integrasi yang berkesinambungan dan orbitasi yang baik antara Angkutan Kota (Angkot) dengan layanan publik yang tersedia. Penerapan sistem parkir modern berbasis teknologi digital atau ‘e-Parkir’ menjadi satu solusi yang efektif. Terakhir, penting untuk ada literasi dan edukasi kepada masyarakat terkait tata tertib berlalu lintas.

“Saya yakin, jika setiap orang mengamalkan solusi dan jalan keluar tersebut, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat, jejak parkir liar akan berkurang dan menghilang bersamaan dengan lahirnya kota yang ramah dan nyaman,” harapnya.

Penulis: Bagus Suryo Editor: Anam