Tugusatu.com, MALANG—Perubahan kebijakan di bidnag pendidikan dengan dihidupkannya lagi system penjurusan di SAM sederajat i merupakan hal umum terjadi dalam sistem pemerintahan.
Wakil Rektor I Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Teknologi Digital Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof. Akhsanul In’am, mengatakan kebijakan “Merdeka Belajar”, ada beberapa celah yang menjadi evaluasi bersama baik pemerintah maupun masyarakat. Kurikulum ini memiliki beberapa kekurangan yang berdampak negatif bagi guru maupun siswa. Di antaranya yakni kualitas belajar siswa yang tidak fokus, peningkatan kualitas guru yang tidak terlaksana secara baik, serta hasil evaluasi siswa yang tidak tertulis sehingga muncul ketidakpuasan hasil.
“ Padahal semestinya, siswa memiliki hak untuk fokus dalam belajar dan mendapatkan feedback yang mendukung proses belajar mereka,” katanya, Minggu (27/4/2025).
Pernyataan Menteri Dikdasmen Prof. Abdul Mu’ti mengenai menghidupkan kembali penjurusan adalah salah satu solusi.
Menurutnya, prinsip kecenderungan siswa untuk suka dan menekuni salah satu mata pelajaran baik ilmu sosial maupun sains itu nyata terjadi. Untuk itu, peran pemerintah dan guru untuk menfasilitasi secara adil sesuai kebutuhan pendidikan lanjut dan masa depan para siswa sangat krusial. Kemampuan, peranan, dan sosok guru penting dilibatkan dan sudah menjadi tugas seorang guru untuk meningkatkan potensi yang dimiliki oleh siswa.
“Rencana perubahan kebijakan ini sah-sah saja diterapkan. Sebab, tidak ada perubahan signifikan terkait sistem, namun lebih kepada perubahan model pembelajaran. Selain itu, ketersediaan tenaga pengajar atau guru sesuai kepakaran ilmu juga sudah terjamin. Seperti guru fisika, biologi, matematika, sosiologi, bahasa, dan sebagainya,” jelasnya.
Secara keseluruhan, rencana kebijakan ini sangat baik untuk pendidikan tanah air agar lebih fokus dan terarah. Selain untuk mendukung fokus keilmuan siswa, hal ini juga memudahkan siswa untuk memilih jurusan di dunia perkuliahan dengan tepat sesuai minat dan keterampilan yang didapatkan di bangku sekolah.
Apalagi mengingat transformasi digital saat ini yang menuntut guru untuk mampu memberikan pelajaran melalui pendekatan Heutagogy (mandiri), Peeragogy (kolaborasi/kelompok), dan Cybergogy (internet).
Meski begitu, In’am menegaskan perlu adanya perhitungan yang matang dari pemerintah sebelum merumuskan kebijakan kurikulum tersebut. Selain itu, sosialisasi kepada masysrakat terutama para orang tua terkait isu-isu superioritas penjurusan tertentu juga harus diperhatikan.
Langkah ini bertujuan untuk menghilangkan kecemburuan sosial dan kesalahpahaman orang tua siswa terhadap fasilitas laboratorium di masing-masing penjurusan.
“Langkah ini juga penting untuk mewujudkan kesepahaman terkait fungsi dan tujuan kurikulum penjurusan itu sendiri. Peran guru sebagai pendamping utama siswa untuk terus inovatif dan kreatif terkait pembelajaran dan manajemen sekolah yang baik adalah kunci kebijakan yang optimal,” tuturnya.