UMM-MA Kaji Penyusunan Pedoman UU ITE

Pembahasan pedoman UU ITE di UMM, Selasa (26/11/2024)
Pembahasan pedoman UU ITE di UMM, Selasa (26/11/2024)

Tugusatu.com, MALANG—Mahkmah Agung (MA) menggandeng Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengkaji penyususunan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) merespon adanya berbagai perbedaan penafsiran terhadap undang-undang tersebut.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA,  Bambang Hery Mulyono, mengatakan  masih ada sederet pasal-pasal tertentu dalam UU ITE yang dapat diskusikan lebih lanjut. Hal dilakukan agar kedepannya tidak akan ada tumpang tindih dalam peradilannya.

“Sejauh ini penerapan pasal UU ITE tahun 2008, 2016, hingga yang terbaru 2024 ini pada penerapannya masih multi tafsir. Sehingga penyusunan pedoman untjk implementasinya sangat dibutuhkan,” tegasnya di UMM, Selasa (26/11/2024).

Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu,Lilik Mulyadi, mengungkapkan tujuan adanya pedoman pemidanaan beberapa pasal dalam UU ITE tersebut adalah untuk mendorong kesatuan dan kosistensi dalam penerapan hukum.

Selain itu, kata dia, juga memberi acuan dasar untuk mempermudah hakim dalam menentukan berat ringannya sebuah pidana, hingga mewujudkan penjatuhan pidana yang proporsional serta sebanding dengan keseriusan tindak pidana yang ada.

Hal itu tentunya dilatarbelakangi oleh adanya problematika dari berbagai perspektif hukum seperti, dalam perspektif penerapan hukum, perspektif kaidah hukum pembuktian, hingga perspektif pemidanaan.

Menurutnya, kejahatan akan selalu dapat ditemui seiring berkembangnya dunia digital sebagai pusat sarana informasi dan komunikasi.

Maka dari itu, Indonesia membutuhkan undang-undang yang dapat mengatur kejahatan tersebut seperti halnya UU ITE. Tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) memiliki karakteristik yang khusus. Yakni, selalu menggunakan sarana informasi atau sistem elektronik sehingga hal ini yang membedakannya dengan kejahatan konvensional sebagaimana diatur dalam KUHP.

“Mahkamah Agung kini sedang giat-giatnya membuat pedoman UU ITE, agar kedepannya tidak akan ada tumpang tindih dalam tingkat peradilan. Jadi harapannya, dengan kajian-kajian ini dapat menjadi wadah masukan dari saudara-saudara penegak hukum lainnya terkait adanya UU ITE ini,” harapnya.

Wakil Rektor I UMM, Prof. Akhsanul In’am,  berpesan bahwa menjadi seorang hakim itu berbahaya. Hakim maupun profesi hukum harus menjadi insan yang bertakwa sehingga dapat diberi petunjuk dalam menangani perkara.

“Hakim yang memiliki jiwa yang semata condong pada jabatan merupakan sebuah penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Selain itu, jadi hakim itu ibaratnya wakil tuhan, maka harus bisa memustuskan yang seharusnya dengan penuh keadilan,” ungkapnya.

Penulis: Bagus Suryo Editor: Anam