Riwayat Buah Apel Malang Pertama

Buah apel Kota Batu
Pedagang menjual buah apel di Pasar Induk Among Tani, Kota Batu, Jawa Timur. Foto: Tugusatu/Bagus Suryo

Sudah sejak lama Kota Malang dan Kota Batu, Jawa Timur, menjadikan buah apel sebagai ikon daerah. Bahkan, kedua kota itu berjuluk Kota Apel lantaran buah apel di daerah itu begitu terkenal.

Selain Kota Malang dan Kota Batu, Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan menjadi bagian penting produksi buah apel yang kini menjadi bagian krusial pariwisata.

Lalu, sejak kapan buah apel pertama tumbuh di Malang dan sekitarnya sampai akhirnya berkembang seperti sekarang?. Menurut sejumlah pakar, buah apel masuk Indonesia sekitar tahun 1930 dibawa oleh orang Belanda dan Australia. Pohon pertama tumbuh usai menemukan tanah yang cocok di Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan, Jatim.

Ada juga yang menyebut pohon apel pertama ditanam di Pujon, Kabupaten Malang. Pendapat lain mengungkapkan tanaman buah apel pertama di Kota Batu. Klaim buah apel segar pertama bisa dikunyah bisa beragam. Yang jelas, buah apel menjadi ikon daerah selain Pasuruan juga Malang Raya meliputi Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu.

Buah apel menemukan tuahnya sejak 1960 setelah hadir sejumlah varietas seperti Rome Beauty, Anna, Manalagi dan Princes Noble. Sejumlah varietas unggul itu membuka jalan usaha tani dengan hasil moncer sampai kini. Saking terkenalnya, buah apel Malang menjadi primadona.

Kini, wisatawan bisa menikmati petik buah apel di kebun milik petani. Di Kota Batu, sentra buah eksotis ini berada di Desa Bumiaji, Bulukerto, Tulungrejo, Sumbergondo, Gunungsari, Giripurno, dan Punten.

Di Kabupaten Malang, sentranya apel di Kecamatan Poncokusumo, Tumpang dan Pujon. Sedangkan Nongkojajar, Pasuruan, menjadi pusat budi daya tanaman apel yang atraktif arah Gunung Bromo.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat daerah penghasil apel terbesar pertama di Jatim, yaitu Kabupaten Pasuruan sebanyak 2.942.812 kuintal pada 2022. Menyusul kawasan Malang sebanyak 1.989.943 kuintal. Adapun kawasan Batu mampu memproduksi 299.963 kuintal.

Penulis: Nano Romadlon Auliya Akbar
Editor: Bagus Suryo
Sumber: Kementan, BPS