Tugusatu.com, MALANG—Penting merawat kesadaran kritis di kalangan perempuan agar mereka bisa melawan stereotip yang membatasi hak-hak mereka, termasuk dalam melawan berbagai bentuk kekerasan.
Komisioner Komisi Nasional Perempuan, Prof. Alimatul Qibtiyah, menegaskan hal itu dalam diskusi terkait ‘Merawat Kesadaran Kritis Perempuan dalam Melawan Kekerasan’, kolaborasi antara Rumah Bacah Cerdas Institute dan Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) Jawa Timur itu di RBC Institute di Malang, Kamis (19/9/2024).
“Banyak korban kekerasan seksual enggan melapor karena mitos yang masih kuat di Indonesia terkait keperawanan. Sementara mitos keperjakaan tidak ada. Kondisi tidak perawan sering kali dianggap menjijikkan sehingga korban memilih untuk diam. Belum lagi adanya reviktimisasi. Korban justru sering disalahkan kembali dengan ucapan-ucapan seperti, ‘kamu sih genit’ atau ‘kamu yang memancing’,” katanya.
Dia juga menekankan pentingnya merawat kesadaran kritis di kalangan perempuan agar mereka bisa melawan stereotip yang membatasi hak-hak mereka, termasuk dalam melawan berbagai bentuk kekerasan.
Menurutnya, diskusi ini menjadi platform penting bagi para peserta untuk berbagi pengalaman, pandangan, dan strategi dalam mengatasi stigma yang mengakar kuat di masyarakat.
Adapun acara yang terbuka untuk umum ini dihadiri oleh peserta dari berbagai lapisan masyarakat. Termasuk sivitas akademika dari berbagai universitas, perwakilan PDNA se-Malang Raya, dan siswa-siswi dari Sekolah Pesantren Enterpreneur Al Maun Muhammadiyah (SPEAM) Kota Pasuruan sebagai peserta termuda.
Bahkan, banyak peserta datang dari luar kota seperti Trenggalek dan Pasuruan yang turut serta dala diskusi yang berlangsung di RBC Institute.
Direktur Eksekutif RBC Institute, Subhan Setowara, berharap agenda itu dapat membuka ruang-ruang diskusi lebih luas di kalangan masyarakat untuk mendukung perempuan. Utamanya dalam perjuangan mereka melawan kekerasan, terutama melalui pemahaman yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor sosial yang menyebabkan mereka sulit melapor atau bahkan tertekan secara psikologis.
“Melalui diskusi ini, peserta dapat mengambil peran lebih aktif dalam merawat kesadaran kritis untuk mewujudkan lingkungan yang lebih aman dan adil bagi perempuan,” tegasnya.
Editor/Reporter: N-1/Bagus
Sumber: UMM
ISSN 3063-2145