Tugusatu.com- Pernahkah kamu merasa sangat lelah di akhir hari, tetapi tetap saja bertanya-tanya, “Tadi aku sudah melakukan apa saja?.” Jika iya, besar kemungkinan kamu sedang terjebak dalam kesibukan, bukan dalam produktivitas yang sebenarnya.
Meskipun keduanya sering dianggap serupa, nyatanya sibuk dan produktif adalah dua hal yang sangat berbeda. Kesibukan memberi ilusi seolah kita bergerak maju, padahal sering kali hanya berputar di tempat. Sementara itu, produktivitas membawa kita pada hasil yang nyata, terukur, dan berdampak langsung.
Bayangkan seseorang yang sepanjang hari hanya sibuk membalas email, menghadiri berbagai rapat, atau membuka puluhan jendela kerja di layar komputernya. Ia tampak aktif dan seolah tidak berhenti bekerja.
Namun, saat hari berganti, tidak ada satu pun tugas penting yang benar-benar rampung. Tidak ada pencapaian berarti, hanya rasa lelah yang tertinggal. Beginilah wajah dari kesibukan. Aktivitas terlihat padat, tetapi hasilnya sedikit, atau bahkan tidak ada.
Berbeda halnya dengan seseorang yang produktif. Orang seperti ini mungkin hanya memilih mengerjakan dua atau tiga hal utama dalam satu hari.
Ia tahu mana tugas yang paling penting dan mendesak, serta menolak berbagai hal yang tidak memiliki pengaruh terhadap tujuan utamanya. Ia tidak tergoda membalas semua pesan segera atau menerima setiap ajakan rapat, melainkan fokus menyelesaikan satu pekerjaan besar yang mendekatkannya pada target yang jelas.
Saat hari berakhir, ia mungkin tidak merasa terlalu lelah, tetapi merasa puas karena tahu bahwa satu langkah penting telah berhasil diselesaikan.
Kesibukan sering kali menjadi jebakan yang tersembunyi. Terkadang merasa bangga saat kalender penuh dan hari-hari terasa sibuk. Tidak jarang, kesibukan menjadi identitas, seolah semakin sibuk seseorang, maka semakin penting pula keberadaannya.
Padahal, seperti yang pernah dikatakan oleh Tim Ferriss, penulis buku The 4-Hour Workweek, bahwa “Menjadi sibuk adalah bentuk kemalasan-kemalasan dalam berpikir dan bertindak secara sembarangan.”
Dengan kata lain, sibuk bisa berarti sedang menghindari proses memilah dan memilih, lalu mengerjakan semuanya sekaligus tanpa arah yang jelas.
Di sisi lain, produktivitas adalah tentang keberanian untuk memilih. Dan, memilih berarti berani menolak. Kiranya perlu tahu apa tujuan utama dalam hidup dan pekerjaan. Setelah itu, barulah memilah aktivitas yang benar-benar mengarahkan ke sana.
Menjadi produktif bukan tentang seberapa banyak yang dikerjakan, melainkan tentang apa yang telah dikerjakan dan mengapa itu penting untuk dilakukan.
Psikolog organisasi ternama, Dr. Adam Grant, juga pernah menyampaikan bahwa orang yang benar-benar produktif sering kali tidak terlihat terlalu sibuk. Mereka justru mampu menciptakan ruang di tengah padatnya jadwal, baik itu ruang untuk berpikir, untuk beristirahat, atau bahkan untuk merasa bosan sejenak. Karena justru dari ruang kosong itulah, ide-ide besar dan keputusan penting sering kali muncul.
Perbedaan utama antara orang yang sibuk dan orang yang produktif terletak pada arah dan kesadaran. Orang sibuk cenderung bergerak cepat tanpa kejelasan arah. Ia menyibukkan diri karena takut terlihat tidak berguna, atau karena tidak ingin melewatkan peluang.
Sementara orang yang produktif tahu ke mana ia menuju. Ia bergerak dengan tenang, namun tepat sasaran, tidak tergoda melakukan segalanya. Sebab, ia tahu tidak semua hal layak mendapatkan waktu dan tenaganya.
Maka dari itu, penting untuk sesekali bertanya pada diri sendiri: “Aku ini benar-benar bekerja, atau hanya terlihat sibuk?” Jika yang kita lakukan tidak membawa hasil yang berarti, mungkin saatnya untuk mengevaluasi ulang cara kita menjalani hari. Tidak semua aktivitas itu penting. Dan tidak semua kesibukan berarti kita sedang berkembang.
Di era yang mengagungkan kecepatan dan multitasking, menjadi produktif bukanlah tentang melakukan lebih banyak, tetapi tentang melakukan hal yang paling penting dengan kesadaran penuh. Kita tidak harus mengisi setiap menit dengan kerja, tetapi kita perlu memastikan bahwa waktu yang kita gunakan benar-benar membawa kita menuju tempat yang kita tuju.
Referensi:
– Ferriss, T. (2007). The 4-Hour Workweek: Escape 9–5, Live Anywhere, and Join the New Rich. Crown Publishing Group.
– Grant, A. (2021). Think Again: The Power of Knowing What You Don’t Know. Viking.