Perlu Kajian, Pendapatan Parkir di Kota Malang Diduga Bocor

Para juru parkir di Kota Malang mengikuti bimtek setoran retribusi parkir secara nontunai, Jumat (9/8). Foto: Tugusatu/Bagus Suryo
Para juru parkir di Kota Malang mengikuti bimtek setoran retribusi parkir secara nontunai, Jumat (9/8). Foto: Tugusatu/Bagus Suryo

Tugusatu.com, MALANG– Pemkot Malang menyatakan dugaan kebocoran retribusi parkir seperti anggapan masyarakat selama ini perlu kajian. Apalagi, sampai semester pertama 2024 baru terealisasi Rp6,3 miliar dari target Rp17 miliar setahun.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Malang R. Widjaja Saleh Putra menyatakan kajian potensi parkir sesuai data Dishub sebesar Rp23 miliar.

Namun, ada pihak lain menyebutkan potensi pendapatan parkir di Kota Malang bisa mencapai Rp50 miliar sampai Rp100 miliar.

“Pembayaran bersifat manual akan muncul dugaan-dugaan di masyarakat karena alat ukurnya manual. Kalau (pembayaran) elektronik jelas ada rekam jejaknya. Kami ini memulai, membutuhkan effort tinggi. Kami ingin mereka nyaman dan ada kepercayaan,” tegas R. Widjaja Saleh Putra, Jumat (2/8).

Karena itu, terobosan dengan menerapkan pembayaran parkir nontunai bekerja sama dengan Bank Jatim menjadi solusi agar pendapatan parkir akuntabel.

Ia menjelaskan potensi retribusi parkir mencapai Rp23 miliar itu merupakan pendapatan kotor karena parkir yang dikelola mal dan perguruan tinggi masuk pajak.

“Kami mengelola parkir sesuai kewenangan Dishub, yaitu parkir tepi jalan dan parkir khusus,” katanya.

Kendati potensi parkir bisa mencapai Rp23 miliar setahun, tetapi Dishub mematok target pendapatan 2024 sebesar Rp17 miliar ketimbang tahun 2023 hanya Rp9 miliar. Bahkan dengan target retribusi sebesar itu, sampai semester pertama 2024 baru terealisasi Rp6,3 miliar.

“Kita ajukan penurunan target jadi Rp13 miliar,” ujarnya.

Sementara itu, Sekda Kota Malang Erik Setyo Santoso mengatakan soal dugaan kebocoran pendapatan parkir perlu kajian secara utuh sehingga hal itu tidak bisa parsial. Sebab, ada beragam persoalan teknis dan sosial di lapangan.

“Kami perlu kajian lebih spesifik sehingga tidak berprasangka dan suuzan,” ucapnya.

Reporter/Editor: Bagus Suryo