Tugusatu.com, MALANG—Ada tiga tantangan yang harus diselesaikan pendidikan Indonesia agar bisa mencapai Indonesia emas 2045, yakni literasi digital, meningkatkan tingkat literasi, numerasi, dan Bahasa; dan pengembangan karakter
Hal itu ditegaskan Wakil Rektor IV Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Muhammad Salis Yuniardi, saat membuka International Conference on Education (ICEdu) 2024, di Malang, Rabu (16/10/2024).
Turut hadir lebih dari 50 pembicara dari berbagai negara untuk memberikan sumbangsih dalam dunia pendidikan dalam konferensi internasional bertajuk ‘Innovations in Education: Nurturing Critical Thinking and Global Citizenship’ tersebut.
Salis mengatakan, dirinya sudah berdiskusi dengan beberapa profesor pendidikan terkait tantangan-tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia saat ini.
Pertama, yakni bagaimana pendidikan bisa mengadapi era digital 5.0 yang membutuhkan literasi digital mumpuni. Tidak hanya cukup pada hal dasar, tpai harus benar-benar menguasainya.
Kemudian yang kedua yakni meningkatkan tingkat literasi, numerasi, dan bahasa. Berdasarkan survey PISA, Indonesia menempati peringkat ke 7 se-ASEAN.
Bahkan Malaysia mengungguli Indonesia dan bertengger di posisi 5. “Terakhir, saya dengan perdana menteri Malaysia ingin melakukan perubahan revolusioner di bidang pendidikan, terutama di level dasar,” kata Salis.
Tantangan ketiga yakni pengembangan karakter. Berdasarkan data, jumalah anak muda memiliki kesehatan mental yang buruk. Bahkan sebagian juga melakukan penyiksaan diri sendiri, kecanduan gawai, hingga berlebihan bermain gim. Ini akan berefek pada aspek kemampuan menyerap pengetahun dalam proses edukasi.
“Adapun UMM juga sudah melakukan berbagai upaya untuk bisa mengatasi tiga tantangan tersebut. Salah satunya dengan membekali mahasiswanya dengan kemampuan bahasa yang mumpuni, termasuk bahasa pemrograman coding seehingga mereka bsia beradaptasi dengan dunia digital,” tegasnya.
Ass. Prof. Lynde Tan dari Western Sydney University, Australia, menjelaskan mengenai penggunaan Augmented Reality (AR) dalam literasi dasar yang sesuai dengan tantangan pendidikan Indonesia.
Berdasarkan penelitiannya, Lynde menjelaskan bahwa para murid yang ada di risetnya merupakan mereka yang berasal dari golongan sosial-ekonomi yang rendah. Sehingga emreka juga tak punya keistimewaan akses ke sumber daya digital.
“Saya melihat bagaimana gim-gim seperti Pokemon Go bisa sangat interaktif. Saya merasa bahwa ini bisa menjadi gerbang pendidik bahasa dan literasi untuk memastikan bahwa siswa-siswi mereka memiliki skill-skill yang mumpuni. Terutama untuk menghadapi dunia digital yang serba kompleks,” katanya.
, Lynde Tan juga menunjukkan bagaimana menggunakan AR secara praktis di sekolah. Misalnya yang sudah ia lakukan seperti menghadirkan binatang-binatang dan kebun binatang di sekolah melalui teknologi AR.
“Maka guru yang mampu menggunakan teknologi dengan efektif perlu memastikan bahwa mereka benar-benar bisa mengintegrasikan teknologi, pedagogi, dan content knowledge,” ucapnya.
Pembicara ahli yang menyampaikan berbagai penelitian dalam kesempatan tersebut, yakni Rima Sotlikova Ph.D. dari Webster University in Tashkent, Brian Fairman, Ph.D dari James Cook University, Australia, Ass. Prof. Aziah Ismail dari Malaysia, serta Prof. Dwi Poedjiastutie dan Prof. Mohammad Syaifuddin dari UMM.
Editor/Reporter: N-1/Bagus
Sumber: UMM