Tuah Kopi Malang Rambah Eropa

Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang, Avicenna Medisica Saniputera melihat produk kopi petani Desa Ketindan, Lawang. Foto: Tugusatu/Bagus Suryo
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang, Avicenna Medisica Saniputera melihat produk kopi petani Desa Ketindan, Lawang. Foto: Tugusatu/Bagus Suryo

Tugusatu.com- Tuah kopi dari lereng gunung di Kabupaten Malang, Jawa Timur, telah membuat warga semakin kaya. Apalagi kopi malang semakin moncer menembus pasar ekspor sehingga bisnis kopi dari hulu sampai hilir semakin cemerlang.

Para penikmat hasil kopi yang merasakan keuntungan bukan saja petani, melainkan pelaku UMKM dan pebisnis turut kecipratan rezeki.

Cuan mengalir dari ikhtiar teknik budi daya petani yang telaten dan teliti. Biji kopi mentah (green bean) berkualitas pun hasil petik merah di kebun yang ramah lingkungan.

Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang, Avicenna Medisica Saniputera, Rabu (7/5), mengatakan biji kopi malang menjadi primadona sejak lama telah menembus pasar Amerika dan Eropa. Belanda menjadi negara paling demen kopi malang.

“Kopi erat hubungannya dengan tradisi dan budaya,” tegasnya.

Karena itu, komoditas ini semakin digandrungi bukan saja kalangan tua, tetapi generasi muda pun ikut-ikutan mengembangkan usaha tani dan bisnis kopi.

Bagi warga Kabupaten Malang, biji kopi dan wedang kopi menjadi bagian dari kuliner andalan yang begitu mudah ditemui di mana pun berada. Fakta ini membuat pamor kopi kian moncer dengan pasar yang meluas.

Avicenna mengungkapkan produksi biji kopi di Kabupaten Malang sekitar 13.515 ton sampai 15.000 ton. Kopi sebanyak itu dari panen di lahan seluas 18.000 ha dengan produktivitas 0,8 ton sampai 1 ton per ha sekali panen.

Seluruh hasil panen terserap pasar lokal, nasional, dan memenuhi kebutuhan ekspor.

Kopi malang, lanjutnya, selain dari Gunung Kawi yang eksotis, juga hasil panen petani di lereng Gunung Semeru, Gunung Bromo, dan Gunung Arjuno.

Sentra kopi selain di Desa Bangelan, Kecamatan Wonosari, juga ada di Dampit, Kabupaten Malang. Bahkan, kebun kopi sudah merambah di sejumlah desa.

Petani di Desa Ketindan, Kecamatan Lawang, menghasilkan 1 ton biji kopi dari lahan seluas 8 ribu meter persegi.

“Sekarang awal musim panen, puncaknya pada Juli. Harga biji kopi robusta Rp46.000 per kg,” kata Syukur, petani di Desa Ketindan, Malang.

Syukur memadukan budi daya kopi dengan ternak kambing etawa, sampai akhirnya bisa menyejahterakan keluarga.

Kopi sentuhan petani menghasilkan cita rasa khas dan berkelas. Teknik budi daya selain berbasis kearifan lokal yang ramah lingkungan juga memanfaatkan teknologi.

Kopi robusta yang legendaris dan kopi Arabika yang menghadirkan cita rasa khas hadir di tengah pasar nasional dan luar negeri. Rasa unik dengan varian gurih rempah, cokelat, mentega dan lada membuat konsumen luar negeri semakin agresif berburu kopi malang.

Dengan demikian, petani dan pebisnis sekarang bukan saja memproduksi kopi yang oleh orang Jawa disebut kopi gereng atau angger ireng (asal hitam), akan tetapi mereka sudah memperhatikan kualitas rasa sesuai permintaan pasar dan konsumen.

Alhasil, pamor maupun tuah kopi pun naik kelas berpadu dengan wisata dan kuliner.

Penulis: Bagus SuryoEditor: D. Wahjoeharjanto