Pencegahan dan Edukasi Penting Agar Anak Tidak Melanggar Hukum

Rektor UMM, Prof Nazaruddin Malik, saat membuka diskusi antara Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3A) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Malang, Jumat (30/8/2024). Istimewa
Rektor UMM, Prof Nazaruddin Malik, saat membuka diskusi antara Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3A) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Malang, Jumat (30/8/2024). Istimewa

Tugusatu.com, MALANG—Pencegahan dan edukasi penting agar anak tidak terjerat menjadi pelanggar maupun korban hukum.

Demikinan salah satu benang merah dari diskusi antara Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3A) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Malang, Jumat (30/8/2024).

Dosen Hukum UMM, Ratri Novita Erdianti, menjelaskan kondisi hukum antara Malaysia dan Indonesia jauh berbeda. Misalnya saja di Indonesia, anak bisa dikenakan hukum pidana pada usia 14-18 tahun.

“Sanksi atau hukuman pidana anak di Indonesia lebih ringan, setengah dari hukuman orang dewasa.,” katanya.

Di Indonesia, terdapat beberapa UU sebagai payung hukum perlindungan anak. Diantaranya, UU Nomor 17 tahun 2016, UU Nomor 35 tahun 2014, hingga UU Nomor 4 Tahun 2024.

Namun pada realitanya, dia menegaskan, masih banyak kasus pidana yang melibatkan anak pada 2023 lalu.

Dia juga menyoroti kasus 5,5 juta anak menjadi korban pornografi dari hasil negatif bermain gadget. Didukung dengan fakotr-faktor lainnya seperti  ekonomi, pergaulan, lingkungan, dan keluarga.

“Untuk itu, para orangtua, lingkungan, dan guru harus bisa bersinergi. Ini menjadi upaya kita untuk mencegah hal-hal  negatif dan kejahatan,” tegasnya.

Dosen dari UKM,  Nurul Hidayat AB. Rahman, menjelaskan kasus kejahatan yang melibatkan anak-anak bukan hal baru di Malaysia, terutama mereka yang berusia 10-12 tahun. Ada yang terjadi di aspek kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga pemerkosaan.

“Hukuman atau sanksinya sesuai kebijakan kerajaan, bahkan bisa sampai hukuman seumur hidup. Adapun saat ini, anak-anak di Malaysia diperkenankan mendapat edukasi mengenao UU dan hukum. Anak-anak mempunyai hak untuk mengetahui UU dan mendapatkan ilmu tentang hukum. Hal ini agar mereka dapat mengetahui apa saja yang tidak boleh dan boleh dilakukakn,” tucapnya.

Rektor UMM, Prof. Nazaruddin Malik, menggarisbawahi pentingnya peran keluarga dan pendidikan. Bagaimana keduanya bisa menjadi senjata dalam menghadapi peradaban yang semakin modern.

Di waktu yang sama, kata dia, Muhammadiyah hadir dan berupaya menciptakan sekolah unggul sekaligus inklusif agar bisa memberikan manfaat bagi masyarakat.

Dia menilai, inklusivitas merupakan aspek penting dalam membangun ilmuwan untuk berpikir, termasuk pada level anak-anak. Mereka akan bisa merasakan rasa tanggung jawab dan menghindari hal-hal yang berhadapan dengan hukum.

“Semoga agenda ini tidak hanya berhenti pada tahap diskusi saja, tapi benar-benar ada aksi secara sosial. Terimakasih untuk kesempatan yang diberikan mudah-mudahan bapak ibu mendapat berkah pengetahuan dan keinginan untuk terus melakukan aksi pada kemanusiaan. Dengan begitu turut membantu menurunkan kecenderungan perilaku anak yang berhadapan dengan hukum,” pungkasnya.

 

Editor/Reporter: N-1/Bagus Suryo

Sumber: UMM