Literasi Teknologi Informasi Kurang, Judi Online Marak

Dosen Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya, Didid Haryadi. Ist
Dosen Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya, Didid Haryadi. Ist

Tugusatu.com, MALANG—Fenonema judi online atau yang kerap disebut sebagai judol tengah marak di kalangan masyarakat dalam berbagai bentuk, seperti permainan kartu poker, casino, dan bertaruh secara virtual karena kurangnya literasi teknologi informasi.

Dosen Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya, Didid Haryadi, menyatakan bahwa hal tersebut merupakan salah satu konsekuensi perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang membentuk suatu konstruksi sosial yang baru di masyarakat sehingga dampaknya dapat memicu munculnya disrupsi-disrupsi sosial.

“Persoalannya adalah tidak semua kelompok atau individu yang ada di masyarakat mampu menyerap, menerima, dan merespon dengan selaras perkembangan teknologi dan informasi,” ujarnya, Rabu (3/7/2024).

Dia juga mengungkapkan bahwa perjudian bukanlah hal yang baru dilakukan atau dipraktekkan. Hanya saja mediumnya berpindah.

“Permasalahan yang kemudian muncul adalah kita tidak bisa mengontrol secara maksimal tentang hal tersebut karena memang kontrol utama dan pertama dari konsumsi atas teknologi dan informasi adalah diri sendiri atau user itu sendiri Sehingga dalam hal ini sangat diperlukan pendidikan literasi ataupun pengetahuan berteknologi bijaknya seperti apa,”papar pria kelahiran Bima NTB ini.

Judi online sendiri, kata  tidak hanya menimpa warga yang kurang secara ekonomi, namun ribuan  anggota DPR dan DPRD juga pernah memainkan judi online berdasarkan data dari PPATK.

Melihal hal ini, Didid menegaskan bahwa ekonomi bukan faktor utama dan terdapat kemungkinan bahwa terdapat variabel lain yang turut memengaruhi.

“Kemudian variabel itu apa saya belum bisa mengatakan karena perlu peninjauan lalu perlu pendalaman informasi yang ada di lapangan tapi sebenarnya siapapun dari kelas ekonomi apapun, status sosial apapun, itu semuanya sebenarnya punya potensi untuk terjerat di kasus-kasus atau isu-isu yang membedakan,” tegas pria lulusan Magister di Universitas Istanbul ini.

Karena itulah, dia menyarankan orang lebih bijak untuk berdialog atau berkompromi dengan perkembangan teknologi informasi lalu lebih melihat posisi, peran, wewenang yang melekat pada diri atau kelompoknya.

“Jadi poinnya sebenarnya lebih kepada respon kita terhadap perkembangan teknologi informasi itu sendiri,” pungkasnya.

 

Sumber: FISIP UB

Editor/Reporter: Bagus Suryo