Lonjakan harga pangan semakin menggerus pendapatan sehingga berimbas memukul belanja masyarakat selama Ramadan di Kota Malang, Jawa Timur.
Pantauan di Pasar Dinoyo dan Pasar Blimbing, pedagang menyatakan daya beli masyarakat sedang menurun. Konsumen mengurangi belanjaan karena uang yang pas-pasan. Efendi dan Nita, pedagang di Pasar Dinoyo, mengamati konsumen terpaksa belanja dengan mencukupkan uang karena butuh bahan pangan. Lonjakan harga yang menggerus pendapatan memaksa konsumen mengurangi belanjaan.
“Ramadan ini pembeli berkurang,” tegas Nita, Kamis (14/3).
Indikasi kelesuan daya beli juga terasa di Pasar Blimbing. Ibu Wiyanto, pedagang di pasar itu mengungkapkan konsumen awal Ramadan ini tak seramai tahun lalu.
“Daya beli sepi. Dibandingkan tahun lalu sepi sekarang,” katanya.
Meskipun demikian, ia menerima keadaan kendati harga pangan melonjak sehingga memaksa orang mengurangi belanjaan.
“Kondisi sepi, ya ditelateni saja. Mau gimana lagi, sandang pangannya di sini,” ucap pedagang yang sudah jualan selama 40 tahun tersebut.
Saat ini, imbas lonjakan harga pangan begitu menekan. Di waktu bersamaan, pendapatan pekerja tidak tumbuh lebih tinggi dari kenaikan harga pangan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Malang Febrina menyatakan perlu diwaspadai kenaikan harga bahan pokok terutama menjelang Idul Fitri mempertimbangkan secara historis meningkat.
“Strategi pengendalian inflasi melalui kerangka 4K dan end to end dari hulu ke hilir akan terus dilakukan oleh BI Malang bersinergi dengan TPID,” ujarnya.
Selanjutnya, pemerintah daerah dapat secara kontinu melakukan operasi pasar dan mengoptimalkan kerja sama antardaerah untuk menjamin ketersediaan pasokan.
“Bank Indonesia Malang juga mengimbau masyarakat untuk berbelanja secara bijak sesuai kebutuhan sebagai upaya mengendalikan inflasi dari sisi permintaan,” imbuhnya.
Sementara itu, penjabat Wali Kota Malang Wahyu Hidayat telah menggunakan Belanja Tidak Terduga (BTT) Rp1 miliar untuk stabilisasi harga. Sejumlah komoditas yang menjadi perhatian, yaitu minyak goreng, cabai rawit, gula, telor, daging ayam dan beras.
Menurut Ekonom Universitas Brawijaya, Malang, Joko Budi Santoso, tingkat pendapatan yang relatif tetap atau kenaikan upah minimum Kota Malang (UMK) 2024 tidak sejalan dengan peningkatan harga kebutuhan pokok, maka otomatis menggerus daya beli.
Hal ini bakal memicu kerentanan masyarakat di sekitar garis kemiskinan. Bahkan, bila tidak segera diantisipasi bisa berpotensi melemahkan perekonomian.
“Mengatasi situasi ini, dalam jangka pendek pemerintah harus melakukan operasi pasar untuk stabilisasi harga.
Situasi ini akan bertahan sampai Lebaran,” kata Joko.
Yang paling merasakan tekanan dari imbas lonjakan harga pangan ialah kelompok bawah di garis kemiskinan. Kelompok menengah pun ikut terdampak. Sebab, kenaikan upah minimum Kota Malang 2024 hanya 3,6% menjadi Rp3.309.144 per bulan ketimbang 2023 sebesar Rp3.194.143 per bulan. Sedangkan pengeluaran untuk membeli pangan semakin besar.
“Artinya potensi masyarakat miskin bertambah itu bisa terjadi,” tuturnya.
BPS Kota Malang mencatat rerata pengeluaran perkapita/bulan warga menurut kelompok makanan Rp742.935. Sedangkan harga beras kemasan 5 kg merek lahap medium dijual Rp76.000 atau Rp15.200 per kg dibandingkan tahun 2023 hanya Rp12.000 per kg. Harga beras medium sekarang melampaui ketentuan harga eceran tertinggi Rp10.900 per kg.
Beras jagung semula sebagai pangan alternatif, kini harganya ikut melonjak dari Rp10.000 per kg menjadi Rp13.500 per kg. Beras mentari lebih mahal lagi dijual Rp77.000 per kemasan 5 kg dan beras premium dijual Rp80.000.
Harga telor ayam Rp30.000 per kg isi 16 butir. Harga gula Rp17.000 per kg dan minyak goreng Rp17.000 per liter.
ISSN 3063-2145