Tugusatu.com, MALANG— Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Potato Seeds yang mengembangkan benih kentang unggulan yang bertujuan meningkatkan hasil produksi dan pendapatan penangkar benih dan petani kentang.
Manajer UMM Potato Seeds, Syarif Husen, menjelaskan bahwa banyak keunggulan dari penggunaan stek pucuk berakar kentang ini. Di Indonesia, penggunaan benih stek pucuk berakar belum banyak dilakukan oleh penangkar benih dan petani kentang. Stek pucuk berakar (rooted apical cuttings) merupakan benih kentang yang dihasilkan dari menyetek tanaman induk kentang di dalam rumah kasa.
“Pengembangan ini dilakukan melalui program Pengembangan Usaha Kampus (PUK),” katanya, Rabu (18/9/2024).
Bermitra dengan UD. Sumber Tani, Syarif selaku ketua pelaksana kegiatan PUK mengaplikasikan teknologi tersebut di Kawasan Bromo yaitu di Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan di mana lokasi mitra berada. Adapun dalam prosesnya, di dalam screen net dilakukan aklimatisasi benih penjenis kentang dalam bentuk planlet, yang berasal dari Laboratorium Kultur In Vitro UMM Potato Seeds.
Dia menjelaskan bahwa benih stek pucuk berakar memiliki beberapa keunggulan. Seperti waktu produksi lebih cepat yakni sekitar satu bulan dibanding benih umbi yang mencapai 4-5 bulan. Harganya juga lebih terjangkau (Rp20 juta/ha) dibanding benih umbi (Rp40 juta/ha).
Apabila benih umbi memerlukan gudang penyimpanan, maka benih stek pucuk berakar ini tidak perlu. Selai itu pertumbuhan tanaman lebih seragam, terjaminnya kebenaran varietas (true off-type), panen yang juga lebih cepat sekitar 90-100 hari setelah tanam, dan penanaman lebih mudah dilakukan saat musim penghujan.
“Stek pucuk berakar (rooted apical cuttings) merupakan sebuah inovasi yang dapat mengatasi masalah petani kentang terkait biaya kebutuhan benih yang cukup tinggi. Stek pucuk berakar memiliki keunggulan yakni pengadaan benih yang jauh lebih cepat serta memiliki harga yang relatif lebih terjangkau dibandingkan dengan benih umbi,” katanya.
Adapun kini teknologi rooted apical cuttings sudah banyak diterapkan oleh negara-negara besar penghasil kentang seperti Kenya dan India. Dibandingkan dua negara tadi, teknologi ini belum terlalu populer di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan teknologi rooted apical cuttings di Indonesia khususnya pada daerah sentra produksi kentang.
Adapun produksi rooted apical cuttings dimulai dari kegiatan aklimatisasi benih penjenis kentang didalam rumah kasa, sehingga akan dihasilkan tanaman induk kentang. Dari tanaman induk kentang tersebut dilakukan penyetekkan dan menanamnya pada media tanam dalam pottray. Setelah dirawat selama tiga pekan, rooted apical cuttings sudah dapat digunakan.
Syarif berharap, adanya inovasi teknologi rooted apical cuttings ini mampu berkontribusi secara langsung dalam memenuhi kebutuhan akan kentang di Indonesia. Apalagi harga benih dari stek pucuk berakar ini jauh lebih terjangkau. Ini diharapkan dapat meningkatkan penghasilan para petani kentang lokal. Selain itu juga bisa menurunkan angka persentase import kentang yang ada di Indonesia.
Editor/Reporter: N-1/Bagus
Sumber: UMM
ISSN 3063-2145