Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Jawa Timur, mendongkrak pendapatan dengan mengoptimalkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Sampah Supit Urang. Setidaknya ada sembilan produk bakal menghasilkan pendapatan asli daerah, salah satunya pupuk organik atau kompos.
“Pupuk organik sudah masuk pada 2024 Rp300 juta, nanti ada 9 produk bisa menjadi PAD,” tegas Kepala DLH Kota Malang Noer Rahman Wijaya, Selasa (6/2).
Selama ini produk kompos belum dimasukkan ke pendapatan. Pasalnya, pupuk organik itu belum ada turunan regulasinya. Karena itu, DLH memberikan kompos secara gratis ke warga dan pelaku usaha. Kompos yang menyuburkan tanaman memberikan manfaat luas melestarikan lingkungan.
Selain itu, pupuk organik buatan UPT Supit Urang memberikan manfaat untuk urban farming mendukung ketahanan pangan, kampung tematik dan sektor pariwisata.
“Warga dan pelaku usaha diberikan kompos secara gratis karena regulasi belum dibuat. Semoga tahun 2024 ini bisa memasukkan (kompos) sebagai potensi lain-lain,” katanya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Malang Agoes Basoeki menyatakan selama ini kinerja DLH Kota Malang dalam mendukung pengelolaan persampahan di usaha perhotelan sudah sangat baik. Sinergi dan kolaborasi pemangku kepentingan pun dinilai kuat dalam mewujudkan Kota Malang yang ramah dan nyaman dikunjungi. Termasuk kota yang kondusivitasnya terjaga.
Hal itulah yang membuat Kota Malang terkenal ramah sehingga wisatawan merasa betah berwisata. Menurut Agoes, kawasan yang ramah lingkungan dengan adanya taman kota di semua sudut kota menjadi daya tarik tersendiri.
“Kota yang bersih membawa dampak positif meningkatkan jumlah kunjungan wisata. Pengelolaan persampahan sangat bagus, itu berpengaruh besar pada pariwisata,” tuturnya.
Komposting
Kompos yang diolah dari gedung komposting UPT Pengolahan Sampah Supit Urang di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang, selama ini dibagikan gratis pada masyarakat. Dampaknya signifikan meningkatkan indeks kualitas lingkungan hidup.
Sudah sejak lama DLH mengusung spirit sampah organik skala rumah tangga dan pasar tradisional se Kota Malang diolah menjadi kompos. Lalu, sampah yang bersalin rupa menjadi pupuk organik itu dikembalikan lagi ke masyarakat.
Saban hari, sebanyak 13 petugas pengolah kompos memproduksi 100 bungkus. Setiap bungkus isi 5 kg. Petugas beraktivitas mulai pemilahan, pengolahan, pencacahan, fermentasi, operator alat berat sampai pengemasan. Produksi kompos berada di tempat khusus seluas 2.800 meter persegi. Gedung itu tepat bersebelahan dengan gedung sorting plant.
Koordinator Komposting UPT Pengolahan Sampah Supit Urang Teguh Sambodo mengatakan setidaknya panen kompos 40% dari 10 ton sampah organik per hari. Setelah dikemas, kompos dibagikan ke masyarakat. Aturannya, warga bisa mendapatkan kompos gratis sebanyak tiga kuintal per orang. Bila instansi atau lembaga bisa 100 bungkus. Kompos itu sangat layak sebagai pupuk organik dan media tanam lantaran berkualitas SNI.
Pengurangan residu
Setidaknya 25 ton sampah masuk sorting plant saban hari. Prosesnya, mesin mencacah sampah untuk selanjutnya masuk penyortiran. Sisa sampah yang sudah terpilah lalu melewati mesin magnetic separator. Mesin itu otomatis menyisihkan sampah logam. Proses akhir pengepresan untuk selanjutnya masuk gudang. Hasil pengolahan juga menghasilkan plastik, kertas, dan karung.
Usai proses penimbangan, residu sisa pengolahan dibuang ke sanitary landfill. Menurut Koordinator Sorting Plant TPA Supiturang Ekky Wahyu Ramadhan, pengurangan sampah setelah proses sortir rata-rata 1,5 ton sampai 2 ton. Adapun sampah yang sudah dipres lalu dihibahkan ke pemulung sebagai upaya DLH menambah pendapatan warga.
ISSN 3063-2145